KESULTANAN MAKASSAR (GOWA-TELLO) ABAD 14-16
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat
sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan
Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung,
Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili.
Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya
bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para pendahulu di
Gowa mengatakan bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada
awal abad ke-14.Abad ke-16
Tumapa'risi' Kallonna
Memerintah
pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertahta Karaeng (Penguasa) Gowa
ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa itu salah seorang
penjelajah Portugis berkomentar bahwa "daerah yang disebut Makassar
sangatlah kecil". Dengan melakukan perombakan besar-besaran di kerajaan,
Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi
antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa. Dia
juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan
sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka
saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah
perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah
sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang
syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga
dalam cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah
masa ketika panen bagus dan penangkapan ikan banyak.
Dalam
sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan
negara tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi
imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa
setelahnya pada abad ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan
oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta
Kesultanan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan
oleh Tunipalangga.
Tunipalangga
Tunipalangga
dikenang karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam
Kronik (Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:
Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng,
Lamuru, Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa,
Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di
selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.
Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal
kerajaan, sehingga Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak
luar.
Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.
Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur emas dengan logam lain, dan membuat batu bata.
Pertama kali membuat dinding batu bata mengelilingi pemukiman Gowa dan Sombaopu.
Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu) di bawah Anakhoda Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar.
Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak (batakang), dan membuat peluru Palembang.
Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.
Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya dan sangat berani.
A. MASA PERTUMBUHAN KESULTANAN MAKASSAR (GOWA - TALLO)
Latar belakang kerajaan
Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan bercorak Hindu di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing.
Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan. Sebelum abad ke 16, kerajaan-kerajaan di Sulawesi masih bercorakkan Hindu, barulah ketika adanya dakwah dari Dato'ri Bandang dan Dato' Sulaiman, perlahan-lahan kerajaan-kerajaan tersebut mulai memeluk islam. Kerajaan gowa-tallo sendiri merupakan sebuah Kerajaan yang bercorak Islam. Setelah bergabung menjadi Gowa Tallo, Raja Gowa Daeng Manrabia menjadi Raja Gowa Tallo Karaeng Matoaya menjadi perdana menteri (patih) dan bergelar Sultan Abdullah.
Letaknya strategis yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka dan Jawa ke Maluku. Letaknya di muara sungai, sehingga lalu lintas perdagangan antar daerah pedalaman berjalan dengan baik. Di depan pelabuhan terdapat gugusan pulau kecil yang berguna untuk menahan gelombang dan angin, sehingga keamanan berlabuh di pelabuhan ini terjamin.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong para pedagang mencari daerah atau pelabuhan yang menjual belikan rempah-rempah.
Halauan politik Mataram sebagai kerajaan agraris ternyata kurang memperhatikan pemngembangan pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Akibatnya dapat diambil alih oleh Makasar.
Kemahiran penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal besar jenis Phinisi dan Lambo.
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan. Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang.
Masjid Katangka
Mirip dengan pernyataan Prof. DR. M. Ahmad Sewang, pakar Sejarah UIN Alauddin Makassar, bahwa memang pada masa kerajaan-kerajaan dulu telah masuk Islam, ada semacam pengakuan atau legitimasi yang harus datang dari Turki Utsmani sebagai spiritual power (Dunia Islam masa itu) kepada raja terpilih. Beliau mencontohkan legitimasi Sultan Buton oleh Turki Utsmani sekalipun beliau mengatakan tidak sejauh itu pernah membahas masalah ini. Hanya saja, Bapak Prof. Sewang menambahkan, bahwa Turki Utsmani adalah Khalifah.
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat. Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
A. Letak Kerajaan
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
B. Raja-raja yang memerintah
Para Raja dan Sultan Gowa
Tumanurung (±1300)
Tumassalangga Baraya
Puang Loe Lembang
I Tuniatabanri
Karampang ri Gowa
Tunatangka Lopi (±1400)
Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)
I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna;
Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan
penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam
I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid
Tuminanga ri Papang Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun
1639 hingga wafatnya 6 November 1653
I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin
Tuminanga ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai
tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'; Lahir
31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei
1681
Sultan Mohammad Ali (Karaeng
Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai
1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
I Manrabbia Sultan Najamuddin
I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735
I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)
I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 - wafat 18 Mei 1895)
I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri
Bundu'na; Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar
pada tanggal 5 Desember 1895, ia melakukan perlawanan terhadap Hindia
Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh
Hindia Belanda pada 13 April 1906, kemudian meninggal akibat jatuh di
Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906
I
Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur
Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (bertahta 1936-1946) mendengarkan
pidato pengangkatan pejabat gubernur Celebes, Tn. Bosselaar (awal tahun
1930-an).
Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)
Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II (2011-2014)
I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III Daeng Sila Karaeng Lembang Parang (2014-Sekarang)
Raja Makassar (Gowa-Tello) Pertama memeluk Agama Islam
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
C. Kehidupan ekonomi
Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
- letak yang strategis,
- memiliki pelabuhan yang baik
- jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang- pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Faktor-faktor penyebab Kerajaan Gowa Tallo berkembang menjadi pusat perdagangan adalah sebagai berikut:
D. Kehidupan Sosial Budaya
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makassar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.
Deretan kapal Pinisi di Pelabuhan Paotere.
Dari
segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak menghasilkan benda-benda
budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai
pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Gowa dikenal dengan
nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan
rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.
E. Kehidupan politik
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Ma’towaya Tumamenanga Ri Agamanna (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1591 – 1638 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
F. Peninggalan sejarah
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
Kompleks makam raja gowa tallo
Makam raja-raja. Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak abad XVII sampai dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir barat muara sungai Tallo atau pada sudut timur laut dalam wilayah benteng Tallo. Ber¬dasarkan basil penggalian (excavation) yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan sejarah dan Purbakala (1976¬-1982) ditemukan gejala bah wa komplek makam ber¬struktur tumpang-tindih. Sejumlah makam terletak di atas pondasi bangunan, dan kadang-kadang ditemukan fondasi di atas bangunan makam.
Kompleks makam raja-raja Tallo ini sebagian ditempat¬kan di dalam bangunan kubah, jirat semu dan sebagian tanpa bangunan pelindung: Jirat semu dibuat dan balok¬balok ham pasir. Bangunan kubah yang berasal dari kuran waktu yang lebih kemudian dibuat dari batu bata. Penempatan balok batu pasir itu semula tanpa memper¬gunakan perekat. Perekat digunakan Proyek Pemugaran. Bentuk bangunan jirat dan kubah pada kompleks ini kurang lebih serupa dengan bangunan jirat dan kubah dari kompleks makam Tamalate, Aru Pallaka, dan Katangka. Pada kompleks ini bentuk makam dominan berciri abad XII Masehi.
Penyebab Keruntuhan kerajaan Gowa Tello(Makassar)
Raja Bone Aru Palaka meminta bantuan Belanda untuk menyerang Hasanuddin karena wilayahnya dikuasai Gowa Tallo, maka dengan cepat Belanda menyambutnya.
Belanda menyerang dari laut, sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat. Dengan tekanan yang demikian berat akhirnya Belanda mempu memaksa Gowa Tallo menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Gowa Tallo menyerah kepada Belanda tahun 1669.
Akibat penyerahan Gowa Tallo kepada Belanda adalah seperti berikut:
•Peranan Makasar sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Indonesia Timur berakhir.
•Belanda menguasai Gowa Tallo dan mendirikan benteng di New Rotterdam.
•Pejuang Makasar banyak yang pergi ke luar daerah untuk melanjutkan perjuangannya melawan penjajah Belanda. Para pejuang tersebut antara lain Kraeng Galengsong dan Montemaramo yang pergi ke Jawa melanjutkan perjuangannya di Jawa.
Beberapa akibat di atas mengakhiri Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan berakhir pula peranannya sebagai pelabuhan transito yang besar.
Istana Balla Lompoa th. 1880-an kelihatan yang dekat. dan Istana Balla Lompoa yang dibelakang 2013.
Kerajaan Gowa Tallo
Prinsip damai Kerajaan Gowa dalam menyebarluaskan Islam dapat dicermati ketika Raja Gowa XIV Sultan Alauddin bersama Mangkubumi (Raja Tallo) Sultan Awwalul Islam dan pasukannya mendatangi Bone untuk mengajak memeluk Islam. Mereka tiba di Bone dan mengambil tempat di Palette. La Tenriruwa, Raja Bone XI, adalah raja Bone yang pertama memeluk agama Islam. Setelah mengadakan pembicaraan antara Raja Gowa dan Raja Bone, rakyat Bone dikumpulkan di suatu lapangan terbuka karena Raja akan menyampaikan sesuatu kepada mereka. Berkatalah Raja Bone La Tenriruwa kepada rakyat banyak :
Hai rakyat Bone, saya sampaikan padamu, bahwa kini Raja Gowa datang ke Bone menunjukkan jalan lurus bagi kita sekalian ialah agama Islam, mari kita sekalian terima baik Raja Gowa itu. Karena bagi saya sendiri sudah tidak ada kesangsian apa-apa. Saya sudah yakin benar bahwa Islam inilah agama yang benar, yaitu menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengikut Nabi Muhammad saw.
Selanjutnya Raja Bone La Tenriruwa berkata lagi:
Memang ada kata sepakat moyang kami dengan Raja Gowa yang mengatakan, bahwa barangsiapa di antara kita mendapat kebaikan, dialah menuntun di depan. Raja Gowa berkata bahwa bila agama Islam diterima oleh kita, maka Gowa dan Bone adalah dua sejoli yang paling tangguh di tengah lapangan. Bila kita terima agama Islam, maka kita tetap pada tempat kita semula. Akan tetapi, bila kita diperangi dahulu dan dikalahkan, baru kita terima agama Islam, maka jelas rakyat Bone akan menjadi budak dari Gowa. Saya kemukakan keterangan ini, kata Raja Bone La Tenriruwa, bukan karena saya takut berperang lawan orang-orang Makassar. Tapi kalau semua kata-kata dan janji Raja Gowa itu diingkarinya, maka saya akan turun ke gelanggang, kita akan lihat saya ataukah Raja Gowa yang mati.
Demikian isi pidato Raja Bone La Tenriruwa kepada rakyat banyak.
Kalau kita mencermati petikan pidato di atas dapat dipahami, bahwa betapa Raja Gowa memiliki maksud yang baik kepada Raja Bone dan Rakyat Bone untuk hanya semata-mata agar memeluk Islam. Bahkan dikatakan kepada mereka, jika mau memeluk Islam maka Kerajaan Bone dan Gowa hidup sejoli yang saling menguatkan satu sama lain. Namun, sekalipun Raja Bone La Tenriruwa sudah memeluk Islam lalu mengajak rakyatnya, maka rakyatnya pun menolak bahkan Ade’ Pitue (Hadat Tujuh) memecat La Tenriruwa dari tahtanya, dan bermufakat mengangkat La Tenripale to Akkapeang menjadi raja Bone XII (1611-1625). Akhirnya, Raja Bone XII inilah yang berperang dengan Raja Gowa sehingga ditaklukkan oleh Gowa, kemudian mereka masuk Islam.
Abdul Razak Daeng Patunru’ (1969: 21) menguraikan bagaimana Gowa mengajak kerajaan-kerajaan memeluk Islam, “Pada hakekatnya Raja Gowa sebagai seorang Muslim dan memegang teguh prinsip agama Islam, bahwa penyebaran Islam harus dilakukan secara damai. Pada mulanya sama sekali tidak bermaksud untuk memaksa raja-raja menerima Islam, tetapi karena ternyata kepada Baginda, bahwa selain raja-raja itu menolak seruan Baginda, mereka pun mengambil sikap dan tindakan yang nyata untuk menentang kekuasaan dan pengaruh Gowa yang sejak dahulu telah tertanam di tanah-tanah Bugis pada umumnya.”
Hubungan Kerajaan Gowa dengan Khilafah Islamiyah
Hubungan Kerajaan Gowa dengan Khilafah Islamiyah pada waktu itu, yang dapat kita pahami adalah dalam hal pemberian gelar “sultan” kepada raja-raja Gowa yang diberikan oleh Mufti Makkah menurut penuturan Andi Kumala Idjo, SH sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya.
Bahkan Raja Gowa yang ke-33, I Mallingkaan Daeng Nyonri Sultan Idris (1893-1895), yang terpajang di Museum Ballalompoa saat ini, menurut Andi Kumala Idjo, SH adalah senantiasa menggunakan pakaian Turki atau baju dan songkok Turki.
Litografi Istana Balla Lompoa pada tahun 1880-an (berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard).
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi bagian selatan. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.
Gambar Sultan Hasanuddin dalam perangko yang diterbitkan tahun 2006.
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, VOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan VOC (Kompeni).
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perjanjian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan VOC, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Abad ke-20
Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja Gowa ke-1, Tumanurung, hingga mencapai puncak keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami masa penjajahan dibawah kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem pemerintahan mengalami transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi bagian Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa. Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Kabupaten Gowa pertama.
RUJUKAN :
http://www.e-dukasi.met
http://id.Wikipedia.org
http://blog.unila.ac.id
http://id.shvoong.com
Kesultanan Gowa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman initampilkan/sembunyikan detail
Kesultanan Gowa
Bate Salapang
Wilayah kekuasaan Federasi Kesultanan Gowa-Tallo pada abad ke-16
Ibu kota Sungguminasa
Bahasa Bugis, Makassar
Agama Islam
Bentuk Pemerintahan Monarki Kesultanan
Sultan
- 1300 Tumanurung
- 1653-1669 Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana
- 1946-1978 Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin
- 2014-Sekarang Sultan Kumala Idjo Batara Gowa
Sejarah
- Didirikan 1300
- Bergabung dengan Indonesia 1946
^ Kesultanan Goa-Tallo (Makassar).
^ Kerajaan Gowa-Tallo / Kesultanan Makassar (Lengkap).
^ a b Genealogi Dinasti Ketiga Kerajaan Gowa di Royal Ark
^ Gelar Raja Gowa.
^ Sultan Kumala Idjo: Inilah Perbedaan Raja Gowa Dulu dan Sekarang.