MAKNA MENGAJI KAPAN SAJA DAN DIMANA SAJA | ilmu saudarana
Mengaji , suatu ungkapan atau penamaan yang sampai saat ini masih menjadi perbincangan baik dikalangan ahli bahasa maupun dikalangan masyarakat heterogen. Sebagian besar ummat baik ummat muslim maupun ummat non muslim masih mempunyai persepsi yang berbeda mengenai kata mengaji. Oleh karena itu merupakan suatu urgensi kebutuhan manakala penulis menampilkan berikut ini:
Mengaji , suatu ungkapan atau penamaan yang sampai saat ini masih menjadi perbincangan baik dikalangan ahli bahasa maupun dikalangan masyarakat heterogen. Sebagian besar ummat baik ummat muslim maupun ummat non muslim masih mempunyai persepsi yang berbeda mengenai kata mengaji. Oleh karena itu merupakan suatu urgensi kebutuhan manakala penulis menampilkan berikut ini:
Mengaji. Sebut saja satu kata, kaji. Kata ini unik juga. Betapa tidak? Kata dasar
yang satu ini menghasilkan bentuk turunan yang berbeda, yakni mengaji
dan mengkaji ataupun pengajian dan pengkajian. Saya yakin bentuk turunan
yang berbeda ini berasal dari kata dasar yang sama, yakni kaji.
Alasannya, tidak ada kata dasar aji untuk bentuk turunan mengaji dan
pengajian. Ataukah kaji merupakan kata dasar (dalam fungsi sebagai salah
satu unsur pembentuk kata kerja) yang juga merupakan homonim (kata yang
sama lafal dan ejaannya tetapi berbeda makna karena berasal dari sumber
yang berlainan)? Saya sendiri berpendapat, dalam konteks seperti ini,
kaji bukanlah homonim, apalagi homofon (kata yang sama lafalnya dengan
kata lain tetapi berbeda ejaan dan maknanya) ataupun homograf (kata yang
sama ejaannya dengan kata lain tetapi berbeda lafal dan maknanya).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan Departemen Pendidikan Nasional, baik edisi II maupun edisi III, tidak secara tegas menyebutkan bahwa bentuk turunan mengaji dan mengkaji ataupun pengajian dan pengkajian berasal dari kata dasar yang sama, kaji. Namun demikian, penjelasan tentang kata-kata tersebut berada di bawah kata dasar kaji.
Kaji merupakan kata benda atau nomina yang berarti pelajaran (agama dan sebagainya) atau penyelidikan (tentang sesuatu).
Hal yang menarik untuk dikaji adalah perbedaan bentuk turunan mengaji dan mengkaji ataupun pengajian dan pengkajian. Mengapa mengkaji dan pengkajian? Bukankah huruf k, p, t, s pada awal kata dasar luluh bila didahului awalan seperti terjadi pada kata mengubur (dari kata dasar kubur) dan kata bentukan lainnya, penguburan? Seperti juga mengibarkan (dari kata dasar kibar) dan pengibaran. Nah di sinilah menariknya. Para ahli bahasa rupanya lebih mengutamakan faktor kemudahan menangkap arti ketimbang hanya mengedepankan segi morfologis atau etimologis. Dengan demikian, diberlakukan perkecualian atas hukum k, p, t, s itu untuk mencapai makna yang lebih tinggi, yakni kemudahan membedakan arti. Dalam setiap bahasa, yang namanya perkecualian (exception) memang selalu ada. Boleh jadi, mengkaji dan pengkajian adalah bentuk salah (secara morfologis) yang dianggap benar (dalam konteks yang lebih tinggi yakni pembedaan arti).
Ada cita rasa bahasa yang berbeda antara mengaji Alquran dan mengkaji Alquran. Sebenarnya, kedua frasa ini bisa digunakan, namun arti mengaji Alquran tentu berbeda dengan mengkaji Alquran.
KBBI memberi penjelasan khusus tentang kata mengaji dan mengkaji. Mengaji adalah kata kerja atau verba yang berarti mendaras (membaca) Alquran, sedangkan arti lainnya adalah belajar membaca tulisan Arab, atau belajar, mempelajari. Sementara mengkaji berarti belajar, mempelajari (yang juga merupakan arti ketiga dari mengaji), atau arti lainnya memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan), menguji, menelaah.
Jadi memang terasa ada nuansa yang berbeda antara mengaji dan mengkaji (walaupun Malaysia menggunakan kata yang sama untuk kedua arti itu, yakni mengaji). KBBI pun memberi arti yang berbeda untuk pengajian dan pengkajian. Pengajian adalah nomina yang berarti pengajaran (agama Islam) atau pembacaan Alquran. Sementara pengkajian berarti proses, cara, perbuatan mengkaji, atau penyelidikan (pelajaran yang mendalam), atau penelaahan.
Tentu saja ada sisi positif dari perbedaan atau pembedaan arti ini. Bila kedua arti tersebut hanya diwakili oleh kata pengajian, apakah BPPT juga merupakan singkatan dari Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi?***
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan Departemen Pendidikan Nasional, baik edisi II maupun edisi III, tidak secara tegas menyebutkan bahwa bentuk turunan mengaji dan mengkaji ataupun pengajian dan pengkajian berasal dari kata dasar yang sama, kaji. Namun demikian, penjelasan tentang kata-kata tersebut berada di bawah kata dasar kaji.
Kaji merupakan kata benda atau nomina yang berarti pelajaran (agama dan sebagainya) atau penyelidikan (tentang sesuatu).
Hal yang menarik untuk dikaji adalah perbedaan bentuk turunan mengaji dan mengkaji ataupun pengajian dan pengkajian. Mengapa mengkaji dan pengkajian? Bukankah huruf k, p, t, s pada awal kata dasar luluh bila didahului awalan seperti terjadi pada kata mengubur (dari kata dasar kubur) dan kata bentukan lainnya, penguburan? Seperti juga mengibarkan (dari kata dasar kibar) dan pengibaran. Nah di sinilah menariknya. Para ahli bahasa rupanya lebih mengutamakan faktor kemudahan menangkap arti ketimbang hanya mengedepankan segi morfologis atau etimologis. Dengan demikian, diberlakukan perkecualian atas hukum k, p, t, s itu untuk mencapai makna yang lebih tinggi, yakni kemudahan membedakan arti. Dalam setiap bahasa, yang namanya perkecualian (exception) memang selalu ada. Boleh jadi, mengkaji dan pengkajian adalah bentuk salah (secara morfologis) yang dianggap benar (dalam konteks yang lebih tinggi yakni pembedaan arti).
Ada cita rasa bahasa yang berbeda antara mengaji Alquran dan mengkaji Alquran. Sebenarnya, kedua frasa ini bisa digunakan, namun arti mengaji Alquran tentu berbeda dengan mengkaji Alquran.
KBBI memberi penjelasan khusus tentang kata mengaji dan mengkaji. Mengaji adalah kata kerja atau verba yang berarti mendaras (membaca) Alquran, sedangkan arti lainnya adalah belajar membaca tulisan Arab, atau belajar, mempelajari. Sementara mengkaji berarti belajar, mempelajari (yang juga merupakan arti ketiga dari mengaji), atau arti lainnya memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan), menguji, menelaah.
Jadi memang terasa ada nuansa yang berbeda antara mengaji dan mengkaji (walaupun Malaysia menggunakan kata yang sama untuk kedua arti itu, yakni mengaji). KBBI pun memberi arti yang berbeda untuk pengajian dan pengkajian. Pengajian adalah nomina yang berarti pengajaran (agama Islam) atau pembacaan Alquran. Sementara pengkajian berarti proses, cara, perbuatan mengkaji, atau penyelidikan (pelajaran yang mendalam), atau penelaahan.
Tentu saja ada sisi positif dari perbedaan atau pembedaan arti ini. Bila kedua arti tersebut hanya diwakili oleh kata pengajian, apakah BPPT juga merupakan singkatan dari Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi?***
Mengaji atau Ngaji adalah sebuah kata yang tak asing di telinga kaum
muslimin khususnya indonesia, ngaji adalah bahasa jawa yang berasal dari
kata nga dan ji, nga (sanga) ji (siji).
sanga atau songo 9. Artinya lubang sembilan yaitu (2) lubang mata, (2) lubang hidung, (2) lubang telinga, (1) lubang mulut, (2) lubang dibawah yaitu anus dan kelamin. Makanya itu bagi ummat muslim ketika mengaji diakui atau tidak pasti akan dapat merasakan perbedaan perasaan sebelum mengaji dan sementara mengaji bahkan setelah mengaji. Apatah lagi ketika hendak mengaji mereka dalam keadaan bebas dari najis baik najis kecil maupun najis besar.
Menurut kebanyakan orang mereka mengartikan mengaji adalah dilakukan oleh mereka yang memakai pakaian muslim berpeci atau kerudung serta dengan membaca kalam illahi, pemikiran yang seperti itu kami anggap kurang tepat seiring perkembangan zaman. Mengapa….???
Karena Ngaji atau dalam bahasa arabnya THOLABUL ILMI (menuntut ilmu) itu dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, tidak harus di banggku Madrasah atau tempat majlis, Tidak mengenal waktu atau usia, seperti hadis nabi :
مِنَ الْمَهْدِ إِلَى الَّلحْدِ أُطْلُبِ الْعِلْمَ
Artinya : ”Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat”. (Al Hadits)
ilmu yang di maksud di sini adalah ilmu yang mendekatkan diri pada sang Kholiq (ALLAH), bukan ilmu yang menjauhkan diri pada ALLAH.
Kembali pada kata ngaji, ngaji adalah memusatkan lobang sembilan yang ada pada diri kita pada satu tujuan untuk mendengar dan menelaah ilmu serta mengamalkannya semata-mata untuk kemuliaan yang maha satu yakni ALLAH Swt.
Ngaji diwajibkan kepada setiap muslim, baik pria maupun wanita. Tak terkecuali, jika mereka mengaku sebagai hamba yang ber iman dan bertaqwa kepada tuhannya.
Dalam majlis pengajian biasanya sang usztat menerima konsultasi dengan banyak menjelaskan tentang ilmu-ilmu agama, meskipun kita datang ke tempat majlis namun kita tidak memperhatikan dan mendapatkan ilmu dari tempat majlis itu, karena kita datang hanya untuk duduk dengan begitu saja, sehingga kita tidak memperoleh ilmu dari tempat itu, apakah itu bisa dikatakan ngaji…? Tidak…….
Kalau sudah begini selamanya kita tak akan tau dan bisa memahami tentang ilmu agama.
Semua ilmu yang kita pelajari dan kita dapat di manapun tempatnya dan kapanpun waktunya jika ilmu itu membuat kita lebih dekat dengan sang Kholiq (ALLAH) maka itu bisa dikatakan mengaji atau Tholabul ilmi.(red)
IMAM JAHRUDIN PRIYANTO
Redaktur Bahasa Pikiran Rakyat.
Sumber: Pikiran Rakyat ( 2-8-2008 )
sanga atau songo 9. Artinya lubang sembilan yaitu (2) lubang mata, (2) lubang hidung, (2) lubang telinga, (1) lubang mulut, (2) lubang dibawah yaitu anus dan kelamin. Makanya itu bagi ummat muslim ketika mengaji diakui atau tidak pasti akan dapat merasakan perbedaan perasaan sebelum mengaji dan sementara mengaji bahkan setelah mengaji. Apatah lagi ketika hendak mengaji mereka dalam keadaan bebas dari najis baik najis kecil maupun najis besar.
Menurut kebanyakan orang mereka mengartikan mengaji adalah dilakukan oleh mereka yang memakai pakaian muslim berpeci atau kerudung serta dengan membaca kalam illahi, pemikiran yang seperti itu kami anggap kurang tepat seiring perkembangan zaman. Mengapa….???
Karena Ngaji atau dalam bahasa arabnya THOLABUL ILMI (menuntut ilmu) itu dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, tidak harus di banggku Madrasah atau tempat majlis, Tidak mengenal waktu atau usia, seperti hadis nabi :
مِنَ الْمَهْدِ إِلَى الَّلحْدِ أُطْلُبِ الْعِلْمَ
Artinya : ”Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat”. (Al Hadits)
ilmu yang di maksud di sini adalah ilmu yang mendekatkan diri pada sang Kholiq (ALLAH), bukan ilmu yang menjauhkan diri pada ALLAH.
Kembali pada kata ngaji, ngaji adalah memusatkan lobang sembilan yang ada pada diri kita pada satu tujuan untuk mendengar dan menelaah ilmu serta mengamalkannya semata-mata untuk kemuliaan yang maha satu yakni ALLAH Swt.
Ngaji diwajibkan kepada setiap muslim, baik pria maupun wanita. Tak terkecuali, jika mereka mengaku sebagai hamba yang ber iman dan bertaqwa kepada tuhannya.
Dalam majlis pengajian biasanya sang usztat menerima konsultasi dengan banyak menjelaskan tentang ilmu-ilmu agama, meskipun kita datang ke tempat majlis namun kita tidak memperhatikan dan mendapatkan ilmu dari tempat majlis itu, karena kita datang hanya untuk duduk dengan begitu saja, sehingga kita tidak memperoleh ilmu dari tempat itu, apakah itu bisa dikatakan ngaji…? Tidak…….
Kalau sudah begini selamanya kita tak akan tau dan bisa memahami tentang ilmu agama.
Semua ilmu yang kita pelajari dan kita dapat di manapun tempatnya dan kapanpun waktunya jika ilmu itu membuat kita lebih dekat dengan sang Kholiq (ALLAH) maka itu bisa dikatakan mengaji atau Tholabul ilmi.(red)
IMAM JAHRUDIN PRIYANTO
Redaktur Bahasa Pikiran Rakyat.
Sumber: Pikiran Rakyat ( 2-8-2008 )
No comments:
Post a Comment