Thursday, June 16, 2016

Perang Paderi (Padri) Melawan BelandaTahun 1821-1837

 Untuk Mengetahu lebih jelas Sejarah Perang Paderi (Paderi) dan berbagai macam yang menyangkut Perang Padri , Mari kita lihat pembahasannya dibawah ini
 Sebab-sebab Perang Padri (1821-1837)
Berikut ini adalah sebab-sebab terjadinya perang padri:
Adanya pertentangan antara kaum adat dengan kaum Padri. Kaum adat adalah para penganut agama islam, tetapi mereka menjalankan adat kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama islam, seperti berjudi, minum minuman keras, dan menyambung ayam. Adapun kaum Padri adalah kaum muslim yang dipimpin oleh tokoh agama Islam yang baru pulang dari menunaikan ibadah haji. Mereka antara lain Haji Piabang, Haji Miskin dan haji Sumanik. Para haji ketika di negara Arab Saudi mendalami ajaran Wahabi, suatu ajaran Islam yang ingin memberantas adat kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Dengan Berawal dari perselisihan antara para ulama dan kaum adat sehingga timbul perang saudara di Sumatera Barat.(Minangkabau). Pertanyaannya Mengapa perlawanan di Sumatra Barat disebut Perang Padri? Istilah Padri berasal dari kata Padre yang berarti Ulama. Pada mulanya perang Padri merupakan Perang Saudara antara para Ulama berhadapan denegan Kaum Adat. Setelah Belanda ikut campur yang semula membantu kaum adat berubahlah perang itu menjadi perang Kolonial.
Adapun asal-usul nama Padri terdapat dua pendapat yaitu :
a. Pedir atau Pideri yaitu sebuah kota kecil di pantai Barat Sumatera Utara tempat dimana mereka berangkat dan pulang dan naik haji.
b. Berasal dari bahasa Portugis. Padre atau dalam bahasa Belanda Vader yang berarti “Ayah” atau “Pendeta”. Jadi dengan demikian kaum Padri adalah kaum pendeta.
Perang Padri ini dapat dibagi atau berlangsung tiga tahap yaitu:
a. Kaum Padrii melawan kaum adat.
b. Kaum Padri melawan kaum adat dan Belanda
c. Kaum Padri dan kaum adat melawan Belanda.
1. Pertentangan antara Kaum Padri dan Kaum Adat itu dapat dikemukankan sebab-sebabnya sebagai berikut :
Kaum Adat adalah kelompok masyarakat yang walaupun telah memeluk agama islam namun masih teguh memegang adat dan kebiasaankebiasaan lama yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Contoh :-menurut adat Minangkabau, warisan diberikan menurut aturan Matrilineal (menurut garis Ibu).
Menurut hukum Islam maka pembagian warisan itu berdasarkan garis patrilineal (garis keturunan ayah). Sedangkan kebiasaan lama yang buruk dan bertentangan dengan agama adalah berjudi, menyabung ayam serta meminum minuman keras. Salah seorang pemimpin kaum Adat ialah Datuk Sati.
Kaum Padri adalah kelompok masyarakat Islam di Sumatra Barat yang telah menunaikan ibadah haji di Mekkah serta membawa pandangan baru. Terpengaruh oleh gerakan Wahabi mereka berusaha hidup sesuai dengan ajaran Al’quran dan Hadist, berusaha melakukan pembersihan terhadap tindakan-tindakan masyarakat yang menyimpang dari ajaran tersebut. Beberapa tokoh kaum Padri adalah Haji Miaskin, Haji Sumanik, Haji Piobang. Tokoh lainnya adalah Malin Basa ( terkenal dengan nama Imam Bonjol), Tuanku Mesiangan, tuanku Nan Renceh dan Datok Bandaharo.
Dengan perbedaan yang cukup mendasar tersebut terjadilah perebutan pengaruh antara kaum adat dan kaum Padri di tengah-tengah masyarakat. Pernah diadakan pertemuan untuk mengakhiri perbedaan tadi di Koto Tengah namun tidak berhasil dan bahkan memicu pertikaian. Untuk menghadapi kaum Padri maka kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821 yang dapat Anda perlajari pada uraiannya berikut ini.
2. Jalannya Perang Padri
(1). Tahun 1821-1825
Pada bulan April tahun 1821 terjadi pertempuran antara kaum Padri melawan Belanda dan kaum Adat di Sulit Air dekat danau Singkarak.
Belanda mengirimkan tertaranya dari Batavia di bawah pimpinan Letkol Raaf dan berhasil menduduki Batusangkar dekat Pagaruyung lalu mendirikan benteng yang bernama Fort Van der Capellen.
Pada tahun 1824 dan 1825 terjadi perjanjian perdamaian antara Belanda dengan kaum Padri di Padang yang pada pokoknya tidak akan saling menyerang.
(2). Tahun 1825-1830
Pada periode ini Belanda juga sedang menghadapi perang Diponegoro sehingga perjanjian perdamaian di atas sangat menguntungkan Belanda. Untuk menghadapi Kaum Padri, Belanda membangun benteng disebut Fort de Kock ( nama panglima Belanda) di Bukittinggi.
  Pada tahun 1825 di Jawa terjadi Perang Diponegoro sehingga kedudukan Belanda semakin sulit. Kemudian Belanda menggunakan taktik damai dengan kaum Padri yang ditanda tangani tanggal 15 November 1825 Isinya adalah, kedua belah pihak tidak akan saling menyerang, dan Belanda mengakui batas-batas wilayah kaum Padri. Setelah perudningan itu, Belanda menarik pasukannya untuk menghadapi Perang Diponegoro di Pulau jawa.
Tahun  1830-1837 (Setelah perang Diponegoro)
Setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda mulai menggempur kaum Padri di Minagkabau. Kaum adat pada waktu itu sadar bahwa tujuan Belanda hanya ingin menguasai Minangkabau dan menindas rakyat kecil. 
(3). Tahun 1831-1837
Belanda bertekad mengakhiri perang Padri setelah dapat memadamkan Perang Diponegoro. Tindakan yang dilakukan Belanda adalah mendatangkan pasukan dipimpin oleh Letnan Kolonel Elout kemudian Mayor Michaels dengan tugas pokok menundukkan Kaum Padri yang berpusat di Ketiangan dekat Tiku. Selain itu Belanda juga mengirim Sentot Ali Basa Prawirodirdjo (bekas panglima Diponegoro) serta sejumlah pasukan dari pulau Jawa walaupun kemudian berpihak kepada kaum Padri.
Tahun 1821-1825 (Sebelum pecah perang Diponegoro)
    Semula perang Padri merupakan perang saudara antara kaum Padri dengan kaum adat. Pertempuran besar pertama terjadi di Lawas. dalam pertempuran ini, kaum Padri dipimpin oleh Datuk Malin Basa (Imam Bonjol). Pimpinan lainnya adalah Datuk Bandoro, Tuanku Nan Pasaman, Tuanku nan Renceh, dan  Tuanku Cerdik. Untuk menghadapi kaum Padri kaum adat meminta bantuan Belanda di Padang.
    Kaum adat dan Belanda yang bersenjatakan lengkap di hadapi kaum Padri dengan sisat perang gerilya. Pertemouran teradi di Semawang, Lintau, daerah Bonio, dan Agam. Kaum Padri dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh. Belanda mendirikan Benteng Fort van der Capellen di Batu Sangkar dan Benteng Foert de Kock di Bukittinggi. Pasukan Belanda mengalami kekalahan di Pagaruyung sehingga terpaksa mundur.
Setelah kaum adat menyadari kekeliruannya maka kaum adat kemudian bersekutu/bergabung dengan pihak kaum padre guna melawan pihak Belanda. Dengan bersatunya kaum adat dan kaum padri maka peperangan melawan Belanda semakin menjadi hebat dan mencakup seluruh daerah Minang. Akibatnya pihak Belanda mengalami kerugian yang sangat besar.
Kaum adat kemudian mengubah sikapnya, yaitu bersatu dengan kaum Padri untuk bersama-sama melawan Belanda. Kaum Padri dipimpin oleh Tuanku Imam bonjol. Belanda kemudian mendatangkan pasukan dari pulau Jawa. Pasukan Sentot Ali Basya Prawirodirjo didatangkan pula untuk melawan kaum Padri dan kaum Adat. Akan tetapi, Sentot berkhianat terhadap Belanda karena ia justru membantu Kaum Padri melawan Belanda. Akhirnya, Sentot di tangkap dan diasingkan di Cianjur.
Kemudian setelah pihak Belanda berhasil menyelesaikan perang Diponegoro, maka seluruh pasukannya dikirim ke Sumatera Barat untuk menghadapi perlawanan rakyat Sumatera Barat.
Karena mendapat bantuan dari Pulau Jawa maka pihak Belanda berhasil menduduki daerah pertahanan rakyat Minangkabau (Sumatera Barat). Bahkan pada tahun 1837 pusat perjuangan kaum Padri di daerah Bonjol berhasil dikuasai oleh pihak Belanda. Tetapi Tuanku Imam Bonjol bersama-sama para pengikutnya berhasil meloloskan diri dari penangkapan pihak Belanda dan melanjutkan perjuangannya.
Sejak tahun 1831 kaum Adat bersatu dengan kaum Padri untuk menghadapi Belanda.
Pada tanggal 25 Oktober 1833 Belanda menawarkan siasat perdamaian dengan mengeluarkan Plakat Panjang yang isinya sebagai berikut:
1. Belanda ingin menghentikan perang
2. Tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Minangkabau
3. Tidak akan menarik cukai dan iuran-iuran.
4. Masalah kopi, lada dan garam akan ditertibkan.
Imam Bonjol tetap waspada dengan siasat Belanda itu. Setelah tahun 1834 terjadi lagi serangan sasaran utama serangan Belanda adalah benteng Bonjol yang dapat direbutnya pada tanggal 16 Agustus 1837. Belanda mengajak Imam Bonjol berunding namun kemudian ditangkap. Ia dibawa ke Batavia lalu dipindahkan ke Miinahasa sampai wafatnya tahun 1864 dalam usia 92 tahun. Perlawanan dilanjutkan oleh Tuanku Tambusai yang dapat dikalahkan Belanda tahun 1838.
Sejarah Perang Paderi (Padri 1821-1837)|Perang Paderi atau Padri memiliki penyebab/Latar belakang terjadinya Perang padri,Perang Padri merupakan perang yang Panjang dari tahun 1821-1837 sekitar 26 tahun lamanya berlangsungnya Perang Padri, Dalam Peperangan tersebut memiliki berbagai Perjanjian-perjanjian, dan  Perang Padri berasal dari Perjuangan rakyat di daerah Sumatera Barat (Minangkabau), Nama Perang Padri diambil dari Kota yang ada di Sumatera barat dan berbagai bahasa-bahasa Asing sehingga terbentuk nama Perang Paderi (Padri), Dalam Peperangan ini memiliki tahap-tahap yang membuat Perang Padri sangat panjang, Dalam Perang Padri terkenal seorang nama yang sangat terkenal karena keberaniannya menegakkan kebenaran dan meluruskan ke jalan agama yang merupakan seorang tokoh yang sangat penting dalam peperangan tersebut.
Di dalam peperangan itu pada awalnya kaum Padri mendapat kemenangan dimana-mana, sehingga kedudukan kau adat terdesak dengan hebat. Karena adat-adat terdesak dengan hebat maka pimpinan-pimpinan kaum adat yaitu Tuanku Suroso memerintahkan untuk meminta batuan kepada pihak Belanda di Padang. Permintaan ini sangat menyewakan pihak Belanda, sebab dengan demikian Belanda dapat meluaskan kekuasaannya ke daerah minangkabau.
Pada tahun 1824, Belanda dan kaum Padri mengadakan perdamaian di masang (perjanjian masang) yang isinya : .
    Isi Perjanjian Masang :

    1. Penetapan batas daerah kedua belah pihak.
    2. Kaum Padri harus mengadakan perdagangan hanya dengan pihak belanda.

Tetapi ternyata pihak belanda tidak dapat menepati perjanjiannya yang telah dibuatnya itu, sehingga peperangan berkobarkembali.  Masyarakat Minangkabau dengan sangat giginya melawan serangan Belanda yang menggunakan senjata modern
Akhirnya kaum adat menyadari bahwa pihak Belanda sebenarnya tidak sungguh-sungguh/berhasrat untuk menolongnya, melainkan hendak menjajah seluruh daerah Minangkabau (Sumatera Barat). Hal ini dibuktikan dengan tindakan pihak Belanda seperti tersebut di bawah ini:
Tindakan-tindakan Belanda :
  a. Rakyat Minangkabau dipaksa bekerja demi kepentingan pihak Belanda tanpa diberi upah.
  b. Rakyat Minangkabau diharuskan membayar Cukai Pasar dan cukai mengadu ayam.
Akhir perlawanan Padri
Pada tahun 1837 pasukan Belanda berhasil menerobos Benteng bonjol. Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke Ciancur. kemudian Beliau dipindahkan ke Minahasa sampai wafatnya dalam tawanan. Jenazahnya dimakamkan di Pineleng (dekat Manado).
Sumber:
 Purwanto Edi N Drs. 1987.Sejarah Nasional dan Dunia. Armico. Yokyakarta.
Soewarso Ibnoe,1977. Pelajaran Sejarah, Widya Duta, Surakarta.
http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=104&fname=sej201_19.htm
Diposkan oleh suwandy di 20.06
Diposkan oleh mubin putra di 06.18

No comments:

Post a Comment