Saturday, June 25, 2016

HMI DAN TNI | ilmusaudarana

HMI DAN TNI DULU KINI SERTA KEDEPAN | ilmusaudarana

Oleh : Rudy Gani, Ketua Umum Badko HMI 2010 – 2012

“Membayangkan Indonesia tanpa HMI sama dengan membayangkan Indonesia tanpa TNI”. Sebab, kedua institusi yang menjadi penopang dari rumah bernama Indonesia ini merupakan dua unsur yang berperan penting dalam sejarah Indonesia, khususnya, peran HMI di masa PKI membayangi perjalanan bangsa ini dan ketika Orde Baru masih merangkak. Sejarah adalah catatan. Maka dengan catatan itulah kita membaca HMI pasca pernyataan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang yang heboh itu terkait HMI sebagai “ladang penjahat” bernama koruptor.
HMI melalui PB (Pengurus Besar) HMI secara resmi telah mengadukan Saut ke Bareskrim Mabes Polri. Tidak hanya Pengurus Besar (tingkat pusat), pengurus Cabang HMI dan Alumni di seluruh Daerah juga melakukan hal yang sama mempolisikan Saut. Itu artinya proses hukum Saut secara prosedural sudah berjalan dan diproses pihak kepolisiaan. Meski kemarin (9/5) Saut telah menyatakan permintaan maafnya kepada Keluarga besar HMI, namun permintaan maaf itu tidak menggugurkan proses hukum yang dilakukan oleh HMI. Hanya saja, mengutip pernyataan Ketua Umum PB HMI, Mulyadi P Tamsir, sebagai umat Islam, secara pribadi HMI telah memaafkan Saut atas pernyataanya. Namun, karena ini negara hukum, biarlah proses hukum berjalan dan memutuskan nasib Saut nantinya.
Diganggu dan marah HMI marah itu wajar. Sebab, siapapun di Republik ini tidak bisa menafikan peranan HMI dalam sejarah panjang NKRI. Apalagi sampai memfitnah dengan omongan yang tidak memiliki referensi apapun dalam sejarah. HMI lahir tahun 1947. Jauh sebelum Saut lahir ke Indonesia (saut lahir tahun 1959). Di masa itu HMI memiliki peran mempertahankan Republik Indonesia dari Agresi Belanda kedua. Selain mengenyam status Mahasiswa, anggota HMI tergabung dalam tentara pelajar. Di masa itu, anggota HMI membawa buku dan bambu (senjata). Sebuah bentuk dari Dwifungsi mahasiswa yang kemudian “menginspirasi” TNI untuk melakukan hal yang sama di tahun-tahun selanjutnya.
Tahun 1965, tragedi berdarah PKI terjadi. HMI yang dimasa itu menjadi satu-satunya representasi mahasiswa Islam (kelompok Intelektual) Indonesia mendapat tantangan sengit dari kelompok Komunis. Beberapa tahun sebelum Kudeta terjadi, PKI melalui CGMI (Corps Gerakan Mahasiswa Indonesia) sebagai underbow PKI di kalangan mahasiswa melakukan serangan kepada HMI. Bahkan, mereka melobby Presiden Soekarno saat itu untuk membubarkan HMI. Persaingan sengit CGMI dan HMI di kampus pun terjadi. CGMI merasa bahwa HMI menjadi bagian yang menghalangi tegaknya cita-cita terbentuknya negara Komunis di Indonesia selain dari beberapa organisasi Islam lainnya. Karena itu, CGMI mati-matian “membunuh” HMI di kampus-kampus. Sayangnya nasib berkata lain. HMI yang kata Jenderal Soedirman, “Harapan Masyarakat Indonesia”, terbukti bertahan dan keluar sebagai pemenang. PKI tumbang yang kemudian ikut menyeret CGMI ke liang lahat untuk selama-lamanya. PKI mati. CGMI pun turut mati.
Sejarah lalu membuktikan hingga tahun 1967, di mana Orde Baru mulai menancapkan taring kekuasaanya, kiprah HMI bertumbuh subur dan ikut menghantarkan kesusksesan Orde Baru di masa-masa itu. Dari beberapa nama-nama besar tokoh HMI di republik ini, Islam mendapatkan porsi yang besar dalam perjalanan Orde Baru. Tahun 1970-an, kiprah Nurcholish Madjid atau akrab disapa Cak Nur, mendominasi ruang intelektual Islam dalam kajian Islam dan Indonesia. Tidak sedikit sumbangan Cak Nur bagi pengetahuan Islam yang modern dan mencerahkan. Islam menjadi primadona di kampus-kampus, di masjid serta Mall (lih. Buku karangan Nurcholish Madjid).
Timbulnya antusiasme masyarakat akan Islam “modern” yang mendapatkan ruang besar di masyarakat mesti diakui sebagai salah satu sumbangsih pikiran alumni HMI. Hingga puncaknya, Cak Nur bersama dengan murid dan teman-temannya mendirikan Paramadina yang saat itu menjadi wadah pengkajian Islam modern yang dikampanyekan Cak Nur dari “rangsangan” pikiran Caknur itulah kemudian menginspirasi ribuan aktivis Islam untuk memodernkan Islam di Indonesia dengan bertumbuh suburnya kelompok kajian Islam dan Keindonesiaan di era 80-an.
Karena besarnya pengaruh HMI dalam kajian Islam dan Keindonesiaan, maka HMI saat itu menjadi organisasi Mahasiswa Islam yang sangat “seksi”, baik di mata mahasiswa itu sendiri dan Pemerintah. Hal itu terbukti dengan bertebarannya alumni HMI di berbagai bidang pekerjaan, mulai dari lembaga pendidikan di tingkat SD hingga kampus. Mulai dari PNS  berpangkat rendah hingga menteri. Dari ustadz kampung hingga Ustadz kota. Dari wartawan biasa hingga penulis terkemuka. Dari pengusaha klontong, hingga pengusaha kaya raya. Dari pegawai biasa hingga professional berkelas dunia. Semua ada dan lahir dari HMI. Karena, boleh diakui atau tidak, dari dulu hingga sekarang HMI merupakan organisasi perkaderan bagi pemimpin bangsa Indonesia dalam segala bidang (tidak hanya politik!). Melalui rahim HMI, tercetaklah kader-kader bangsa yang di dalam dirinya bersemayam Roh Islam dan Keindonesiaan.
Maka, ketika Saut menuding HMI sebagai pencetak pejabat koruptor, Saut telah melakukan fitnah kepada lembaga ini. Sebab, Saut hanya mengukur HMI dari satu dua orang yang terlibat kasus korupsi di KPK, tetapi tidak melihat ratusan bahkan jutaan kader HMI yang membangun bangsa “dalam sunyi” tanpa tergila-gila pada publikasi dan jabatan struktural di seluruh penjuru negeri ini. Disitulah bentuk perlawanan serta amarah kader dan alumni HMI menemukan titik temunya.
HMI dari Masa ke masa difitnah seperti apapun sejarah sudah membuktikan bahwa HMI akan tetap ada di Republik ini. Hanya saja, memang secara internal HMI perlu melakukan otokritik di tengah usia HMI yang tidak lagi muda. Sebagai saksi sejarah dan pemilik saham di Republik ini, kiprah HMI perlu dipertajam dengan makin “kerasnya” HMI terhadap rezim penguasa yang sewenang-wenang terhadap rakyat dan umat Islam.
Sebagai contoh beberapa kasus kekinian yang perlu mendapat perhatian HMI seperti kasus penggusuran warga Luar Batang, penyerobotan tanah oleh perusahaan, RUU yang menyampingkan kepentingan nasional, keberadaan warga asing tanpa izin dan lain sebagainya. Singkatnya, momentum Saut harus dilihat dari kacamata positif. Bahwa hari ini HMI kompak dan solid menanggapi kasus “alam bawah sadar” ala Saut.
Nah, apakah kekompakan dan solidaritas itu bertahan sepanjang waktu terutama dalam mencermati perjalanan bangsa di masa-masa selanjutnya? Akankah HMI dan Alumninya kompak ketika menghadapi penguasa korup dan sewenang-wenang sebagaimana yang sering dimunculkan media massa akhir-akhir ini? Dan apakah HMI akan “galak” pada koruptor yang pernah mengikuti LK-1 di HMI? Mari kita lihat dan tungggu saja kiprah HMI memberantas penyakit bernama “korupsi” tersebut. (*)

Kenangan Masa Lalu HMI | ilmusaudarana

 بسم الله الرحمن الرح
Kenangan Masa Lalu HMI   | ilmusaudarana

HMI 5 Februari 1947, 69 tahun yang lalu menjadi tonggak bersejarah berdirinya HMI. Perjalanan 69 tahun Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah menorehkan tinta sejarah di pentas nasional. Banyak tokoh nasional dan lokal telah dilahirkan oleh organisasi yang lahirnya diprakarsai oleh Lafran Pane ini. HMI pun diharapkan tetap dapat memberikan kontribusinya dalam mengisi perjalanan bangsa. 
Dengan melihat kondisi bangsa pada saat itu secara berturut-turut bertebaran berbagai macam organisasi/perkumpulan bagaikan jamur yang tumbuh dimusim penghujan. Ykni; Bulan Oktober 1946 berdiri Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa di Yogyakarta waktu itu yang anggotanya meliputi mahasiswa BPT Gadjah Mada, STT, STI. Di Solo tahun 1946 berdiri Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI). Kedua organisasi itu berhaluan komunis. Tidak satupun diantara organisasi mahasiswa itu yang berorientasi Islam.
Barangkali dengan dasar tersebut sehingga berusaha untuk mengkritisi kondisi mahasiswa pada saat itu, sehingga-Lafran Pane, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) (kini UII- Universitas Islam Indonesia) yang baru duduk di tingkat I, mengadakan pembicaraan dengan teman-teman mengenai gagasan pembentukan organisasi mahasiswa Islam. Lafran Pane lantas mengundang para mahasiswa Islam yang ada di Yogyakarta baik yang ada di STI, Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, Sekolah Tinggi Teknik (STT), guna menghadiri rapat, membicarakan maksud tersebut. Rapat dihadiri lebih kurang 30 orang mahasiswa, di antaranya terdapat anggota PMY dan GPII. Rapat-rapat yang sudah berulang kali dilaksanakan, belum membawa hasil, karena ditentang oleh PMY. Dengan mengadakan rapat tanpa undangan, secara mendadak, mempergunakan jam kuliah tafsir Bapak Husin Yahya almarhum ( mantan Dekan Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ), diselenggarakanlah pertemuan untuk mendeklarasikan berdirinya HMI.

Ketika itu hari Rabu Tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan tanggal 5 Febuari 1947, di salah satu ruangan kuliah STI di jalan Setiodiningratan 30 (sekarang Jl. Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya ketika memimpin rapat antara lain mengatakan : Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Sikap ini diambil, karena kebutuhan terhadap organisasi ini sudah sangat mendesak. Yang mau memerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan.

Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: “Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.

Ketika mendirikan HMI 5 Febuari 1947, Lafran Pane genap berusia 25 Tahun.  Ide Lafran Pane mendirikan HMI dilakukan bersama 14 orang temannya yaitu Kartono Zarkasi, Dahlan Husain, Maisaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur, Siti Zainab, M. Anwar, Hasan Basri, Zukkarnaen, Thayeb Razak, Toha Mashudi, Bidron Hadi. Terpilih menjadi Ketua HMI  pertama Lafran Pane dan Wakil Ketua Asmin Nasution.

Sejarah mencatat HMI telah memberikan kontribusi tidak kecil sejak awal kelahirannya. Setidaknya itu terlihat dari tekad awal (1947) yang tertuang dalam tujuan organisasi yang secara konsisten dilaksanakan, yaitu mempertahankan Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia yang sedang berjuang melawan agresi Belanda dan kondisi umat Islam yang mengalami stagnasi.

Demikian pula ketika terjadi gerakan PKI pada 1965. HMI menjadi satu elemen yang paling diperhitungkan, bahkan dianggap sebagai musuh utama. Sampai-sampai DN Aidit memprovokasi anak buahnya dengan mengemukakan, “Jika tidak bisa membubarkan HMI, lebih baik pakai sarung saja.” Berkat rahmat Tuhan, bukan HMI yang bubar melainkan PKI yang gulung tikar.

Sampai pada dua pertiga masa kekuasaan Orde Baru, HMI masih memperlihatkan kekuatan luar biasa. Bahkan ketika kekuasaan Orde Baru dengan gaya represif dan otoriter ingin memaksakan kehendak agar seluruh ormas termasuk OKP menggunakan asal tunggal Pancasila, HMI dalam kongres di Medan (1983) dengan tegas dan suara bulat menolak. Walaupun dalam kongres berikut (1986), HMI dengan sangat terpaksa mengakomodasi keinginan penguasa tersebut dengan pertimbangan yang bersifat sangat politis. Dalam artian ingin menyelamatkan wadah perjuangan HMI dari gusuran penguasa otoriter, lantaran bila tidak mau menerima Pancasila sebagai asas tunggal HMI akan dibubarkan. Meskipun itu harus dibayar mahal oleh HMI dengan menyempal organ HMI yang kemudian menamakan diri HMI Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) yang dimotori Eggy Sudjana.

Sejarah Perumusan NDP (Nilai Dasar Perjuangan) HMI

NDP kali pertama dikenal pada tahun 1969 pada saat Pengurus Besar HMI yang bertempat di Jakarta dipimpin oleh Nurcholis Madjid yang sering dikenal dengan Cak Nur, tepatnya padi Kongres ke-9 di Malang, pada saat itu Cak Nur memberikan presentasi mengenai Nilai Dasar Islam, selanjutnya kertas kerja yang telah disampaikan oleh Cak Nur dalam kongres tersebut dimintu oleh peserta kongres dan selanjutnya kongres mengamanahkan untuk disempurnakan dengan menugaskan Sakib Mahmud, Endang Ashari serta konseptornya Cak Nur.

Pada Kongres ke-10 di Palembang tahun 1971 konsep dasar Islam ini dikukuhkan dengan nama “Nilai-Nilai Dasar Perjuangan” yang disingkat dengan NDP tanpa perubahan isi sama sekali, adapun alasan dipilihnya nama ini adalah: karena Nilai Dasar Islam (NDI) dianggap justru menyempitkan makna Islam itu sendiri, apalagi mengklaim dengan nama Islam. Selain itu kata perjuangan memiliki makna usaha yang sungguh-sungguh untuk merubah suatu keadaan, kata perjuangan itupun terinspirasi dari sebuah kata judul sebuah buku “Perjuangan Kita” karya Syahrir.

Adapun beberapa faktor yang melatarbelakangi lahirnya NDP adalah sebagai berikut :

    Belum adanya literature yang Memadai bagi kader HMI untuk rujukan filsafat sosial dalam usaha melakukan aksi dan kerja kemanusiaan.
    Kondisi umat Islam khususnya di Indonesia yang masih mengalami kejumudan dan kurang dalam penghayatan serta pengamalan nilai- nilai ajaran Islam.
    Kaca perbandingan, karena kader PKI mempunyai buku panduan yang dijadikan pedoman untuk menjalankan idiologi marxisnya, maka dari mahasiswa Islam juga harus memiliki buku panduan sebagai dasar perjuangan.

Dalam perjalanan sejarah NDP, ketika negeri ini menganut asas tunggal yang ditetapkan oleh pemerintah yang saat itu rezim Soeharto, dengan Orde Barunya dengan dikeluarkannya UU No. 5 Tahun 1985 tentang Asas Tunggal Pancasila, NDP pun berubah nama lagi menjadi Nilai Identitas Kader (NIK) namun isinya tetap tidak berubah, selanjutnya perubahan nama ini kemudian disahkan pada kongres ke-16 di Padang.

Setelah orde baru tumbang dan alam demokrasi yang kian berkibar, maka pada Kongres ke-22 di Jambi tahun 2000, NIK kembali menjadi nama NDP. Kedudukan NDP : Sebagai Landasan Perjuangan, tujuan NDP : Sebagai Filsafat Sosial.

Demikianlah perjuangan berat yang pernah dialami. Akan tetapi setelah itu HMI terbuai lantaran kedekatannya dengan kekuasaan, bahkan ada yang secara ekstrem menyatakan hampir tidak ada lagi sekat yang membatasi antara HMI dan kekuasaan. Hampir dapat dipastikan hal itu lantaran pada masa-masa tersebut banyak alumnus HMI menempati posisi-posisi strategis dalam birokrasi pemerintahan.

HMI dan Kekuasaan.
Dalam masa setelah roda reformasi dapat menggulingkan komandan rezim Orde Baru, terlihat kondisi lebih buruk lagi pada HMI. Dalam masa itu seperti yang telah saya sebutkan di atas, HMI tidak lagi menjadi mainstream. Di tengah kebebasan dalam menyampaikan pendapat, HMI terlihat sedemikian serak. Jarang sekali melakukan penyikapan terhadap kondisi-kondisi sosial yang timpang termasuk dalam bentuk aksi-aksi demonstrasi atau yang lain.

Ada dua hal yang kemungkinan besar menyebabkan hal tersebut. Pertama, telah tumpul pisau analisis yang dahulu menjadikannya sebagai organisasi kritis. Kedua, HMI tidak lagi mampu menghimpun kekuatan untuk menyuarakan sikapnya secara bersama-sama lantaran telah terjadi krisis militansi. Selain itu di tengah-tengah gerakan Islam baik keagamaan maupun politik dengan politik aliran, HMI justru kalah dengan yang lain.
Denganpenilaian demikian maka kader HMI kini mulai sekarang harus sadar bahwa kedepan tidak menutup kemungkinan akan tergusur secara berangsur-angsur oleh kelompok yang notabene yang tidak jelas orientasi ideologinya. 
Serpihan-serpihan pemikiran yang dahulu pernah dilontarkan oleh senior-senior dan sekaligus adalah ideolog HMI seperti Ahmad Wahib, Djohan Effendy, dan Nurcholish Madjid tidak mampu dilanjutkan oleh HMI secara institusional sehingga HMI seakan kehilangan akar genealogisnya. Pemikiran senior-senior itu sekarang justru banyak dielaborasi di tempat dan komunitas lain, seperti Komunitas Islam Utan Kayu dengan bendera Jaringan Islam Liberal (JIL) yang dengan sangat intens melanjutkan gagasan-gagasan senior HMI tersebut.

Bila dalam komunitas itu sebagian besar adalah kader HMI, sekali lagi itu bukan HMI secara institusional. Dan itu, justru menunjukkan bahwa HMI memang sudah tidak lagi menyediakan ruang untuk menggali pemikiran-pemikiran ideologis. Padahal dewasa ini, ide-ide yang dulu kontraversial itu telah menjadi mainstream dan mulai banyak mendapat apresiasi positif dari khalayak masyarakat.

Karena itu, HMI sesegera mungkin menyadari kesalahan langkah yang diambilnya selama ini. Jika tidak dilakukan, dalam waktu tidak lama judul di atas akan menjadi sangat pas untuk menggambarkan kondisi HMI yang bagaikan anak ayam yang mati bukan lantaran kekurangan makanan, melainkan justru tertimbun padi yang menggunung di dalam lumbung yang seharusnya ia makan dengan porsi lebih banyak.

Tegakkan Identitas

Mantan Ketua Umum PB HMI periode 1974-1976, Chumaidi Syarif Romas melihat tantangan HMI saat ini adalah harus menegakkan identitas kembali, hingga nilai-nilai dasar perjuangan HMI. Supaya nilai itu diterapkan sesuai dengan kebutuhan sekarang, dan memberikan alternatif pemikiran di tengah arus globalisasi yang sekarang terjadi.

”Apalagi tantangan HMI saat ini ialah ditengah maraknya koruptor, kader HMI acap  mengedepankan kepentingan pribadi,” tegas Chumaidi yang juga guru besar di UIN Yogyakarta ini.

Untuk itu, menurut Pimpinan Kolektif Majelis Nasional KAHMI 2012-2017 Taufiq Hidayat untuk kondisi akan datang, HMI harus lebih konsern menata pengkaderannya. Pengkaderan yang dipunyai sejauh ini sudah memberikan hasil positif di tengah masyarakat, tapi untuk tantangan jauh ke depan, mulai harus dipikirkan perubahan-perubahannya.  Kembali pada bagaimana mengintensifkan intelektualitas kader HMI, bagaimana menguatkan network kader HMI, itu penting untuk dijaga.

Taufiq menegaskan HMI haruslah tetap pada jalur sebagai organisasi independen. Karena independensi itu yang memberi suatu keleluasaan dalam bertindak, berpikir, dan dalam berkiprah di tengah masyarakat. Karena dia tidak memandang strata dan latar belakang.
Dengan menyimak uraian tersebut mengenai HMI dan kekuasaan serta tegakkan identitasnya sebagai kader HMI. Denan memperhatikan tanangan baik sekarang maupun kedepan memang harus disadari bersama baik para warga KAHMI maupun Adik-adik mahasiswa yang masih berada dalam lingkup HMI. Tidak boleh tidak harus berpikir keras dan kerja keras serentak untuk menyikapi kondisi yang sedang melanda generasi HMI dewasa ini. Jangan sampai ikut tergiur atau terlena oleh pengakuan para birokrat kita mengenai keberhasilan pembangunan pisik yang dialami selama ini. Padahal yang terlupakan adalah mengenai masalah moral generasi kita. Memang sering didengungkan mengenai revolusi mental, akan tetapi belum jelas mental yang bagaimana yang harus dirombak dan dibangun kembali. Jangan sampai yang dirombak mental positif yang harus diobrak abrik untuk menjadi mental negatif.    

Referensi :

    Bagai Anak Ayam Mati di Lumbung ; Catatan Kongres Ke-23 HMI, Oleh: Mohammad Nasih Aminullah
    Sejarah Perumusan NDP (Nilai Dasar Perjuangan), notedanpena.blogspot.com
    HMI Diharapkan Terus Mampu Lahirkan Pemimpin Bagi Umat dan Bangsa. Pelitaonline
  
    Inilah Buku Yang Dilarang Beredar Kejagung
    Negeri Frustrasi
    Gerakan Dakwah Transformatif
    Gerakan Dakwah Akomodatif
    Gerakan Dakwah Partisipatif
    Romantika Politik Islam Masa Orde Baru
    Benang Kusut Gerakan Dakwah di Indonesia (bagian-2)
    Benang Kusut Gerakan Dakwah di Indonesia (bagian-1)
    Tradisi Pernah Didefinisikan “Biadab”
    Mendefinisikan Zaman
    Max Havelaar dan Warisan Budaya Korupsi Para Penguasa
    Tahun “Vivere Pericoloso”
    Polemik Naskah Negara Kertagama
    Peran dan Kedudukan (Dewan) Wali Sanga
    SEKELUMIT KISAH SUNAN KAJENAR atau SYEH SITI JENAR (Bagian : 5/Habis)
    SEKELUMIT KISAH SUNAN KAJENAR atau SYEH SITI JENAR (Bagian : 4)
    SEKELUMIT KISAH SUNAN KAJENAR atau SYEH SITI JENAR (Bagian : 3)
    SEKELUMIT KISAH SUNAN KAJENAR atau SYEH SITI JENAR (Bagian : 2)
    SEKELUMIT KISAH SUNAN KAJENAR atau SYEH SITI JENAR (Bagian : 1)
    Misi Peng-ISLAM-an Nusantara (Bag-5 habis)
    Misi Peng-ISLAM-an Nusantara (Bag-4)
    Misi Peng-ISLAM-an Nusantara (Bag-3)
    Misi Pen-ISLAM-an Nusantara (Bag-2)
    Misi Peng-ISLAM-an Nusantara (Bag-1)
    Pidato Tan Malaka (1922) Tentang Komunisme dan Pan-Islamisme
    Anugrah Gelar Pahlawan
    Ruang Sastra Dalam Bingkai Sejarah Indonesia
    Biarkan “Perang Bubat” Berlanjut
    Inilah situs (porno) yang jarang dikunjungi orang Indonesia
    Busyet Dah !!? Jargon Kabinet SBY berbahasa Amrika Lupakan Sumpah Pemuda !!
    Inilah Situs Porno Yang Akan di Blokir Bung Tifatul … (Beranikah!)
    Purnomo Yusgiantoro dan “Pertahanan” Freeport
    Virus, Namru 2 dan Ibu Menkes Baru
    esbeye “menculik miyabi”
    Maaf dari Tuan Bush
    Sajak Negeri Entah Kenapa
    Presiden Yudhoyono dan “Demokrasi Mataraman”
    rumah baru !!!
    esbeye dua ; fa ‘aina tadzhabuun …
    Awas Mata-mata Moesoeh !!!!
    Buah Korupsi ; Pengakuan Bandit Ekonomi
    Kejahatan Korporatokrasi
    Mantan Bandit Bongkar Kejahatan Jaringan Internasional
    G-30 S … Indonesia ber-dziKIR lah !!!
    Achmad Yani Tumbal Revolusi
    Islam Membangun Kesatuan Bangsa
    Mempersoalkan “Agama” Sisingamangaraja XII
    API SEJARAH ; Mengungkap Yang Tersembunyi dan Disembunyikan
    Bung Karno : Lebaran dan Peperangan
    (HOT NEWS !!!) Jelang Lebaran, Noordin M Top Dipastikan Tewas
    R.K.H. Abdullah Bin Nuh : Ulama Sejarawan dan Pelaku Sejarah
    API SEJARAH ; Buku yang akan mengubah drastis pandangan anda tentang Sejarah Indonesia
    Lagi..lagi… dan lagi…Blog Menghina Indonesia
    miKIR euy!
    Ada apa dengan RUU Rahasia Negara
    Biar sejarah yang bicara …..
    Kriminalisasi Kemiskinan
    BREAKING NEWS!! Gempa Tasik di klaim Malaysia!!!
    Jaringan Noordin M Top : Laporan Terbaru ICG
    Kebijakan Politik Islam Jepang
    PETA, Untuk Siapa?
    Romusa, Pergi Menjemput Mati
    Haruskah Mengkambinghitamkan Intelijen ?
    Kontra Intelijen : Definisi
    Kegiatan Seorang Intelijen
    Deradikalisasi Terorisme
    Blog Imam Samudra Cs di TUTUP
    Deplu Di Masa Lalu
    Indonesia Merdeka Adalah Tjiptaan Bangsa Indonesia Sendiri
    Kejadian Disekitar Proklamasi 17 Agustus 1945
    praja muda karana : PRAMUKA
    Paham Kekuasaan Sunda
    Tentang Sunda
    Sumber Tradisional Sejarah Sunda
    Sejarah Jawa Barat Dari Zaman Ke Zaman
    Ternyata Imam Samudra Cs Masih NgeBlog
    Jangan Titipkan Perjuangan Umat Pada Pemerintah
    Peringatan dari Wiji Thukul
    Kronologi Peristiwa 27 Juli 1996 ; Mengingat yang lupa …
    Menyelenggarakan Benteng Islam
    Kewajiban Oelama Dalam Zaman Baroe
    Pengharapan Pemerintah Dai Nippon Kepada Kiyai (bagian 2)
    Pengharapan Pemerintahan Dai Nippon Kepada Kiyai
    Pendirian Sesat Akan Binasa
    Merenungi Visi Indonesia Mencari Sang Visioner
    Memahami Terorisme
    Perlawanan Santri Sukamanah Pengemban Amanah
    17 Juli Ketika Teror Mengobrak-abrik Perutku
    Trilogi Serbasejarah
    YA ALLAH WAFATKANLAH AKU SEBAGAI “SERDADU PEMBERONTAK” TITIK
    Pengakuan Seorang Ekonom Perusak
    “Vox Populi” Belum Tentu “Vox Dei”
    (HEBOH) Email A. Mallarangeng yg Bocor
    Blog Bertuah Untuk Indonesia Berubah
    Tapak Jejak Negeri Memilih Demokrasi
    Dosa-dosa Demokrasi
    Shadow Play: Film mengenai penjatuhan Soekarno dan pembantaian massal 1965-1966
    Selamat Pagi Indonesia Tanah Air Mata Negeriku Aku Berdo’a
    Menghapus Palestina ; Holocaust Kedua
    Kader Tulang Punggung Revolusi
    Penggalangan sebagai fungsi Intelijen : Tinjauan Ilmu
    Mohamad Roem, Pemimpin Tanpa Dendam
    Antropologi Pemikiran Kaum Teroris (2)
    Antropologi Pemikiran Kaum Teroris (1)
    Rekonstruksi Peran Kaum Intelektual Sumatra Dalam Nasionalisme Indonesia
    Pegangsaan Timur 56 ; Proklamasi dan Sang Merah Putih
    Jepang “Saudara Tua” Datang Ke Indonesia (Film Dokumenter)
    Mengenal Sejarawan Indonesia : Onghokham dan Sejarah Indonesia
    Bila Djuanda Melawat Ke Ambalat
    Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU
    Riwayat Perjuangan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’
    Sejarah Persatuan Islam
    SEJARAH PERHIMPUNAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
    Sejarah Muhammadiyah
    Kelahiran Gerakan Islam Masa Penjajahan Belanda
    Sejarah Utang Negara Peng-utang
    Kisah Negara (Politik) Tanpa Ideologi
    “Ilusi Negara Islam” ; Kenapa Ilusi Dilawan Rekomendasi Strategis ?
    Penyemai ‘virus’ Ideologi Komunisme ; Antara Sneevliet, Mas Marco Kartodikromo, dan Haji Misbach.
    ZIONISME : Perselingkuhan Manusia Dengan Iblis
    Intelijen Dalam Kilasan Sejarah ; Antara Intelijen Negara dan Intelkam Polri
    Badan Intelijen dari masa ke masa ; Alat Negara atau Memperalat Negara?
    Intelijen? ; Belajar Intelijen sebagai Ilmu
    Mengingat yang lupa tentang “Manusia Indonesia” Untuk Bangkit Beradab
    Antara Rani Penggemar “James Bond” Dan “James Bond” Dibalik Kasus Antasari
    Antasari-Nasrudin-Rani; Studi Kasus “Perselingkuhan” Penguasa-Pengusaha-Perempuan serta Legenda Matahari
    Antasari – Antikorupsi – Antisirri ; Menulis Sejarah Korupsi Bumi Pertiwi “bareng Rani Juliani”
    Orang “Indonesia” di Negeri Penjajah
    Volksraad ; DPR versi Nederland
    Perajaan 1 Mei (80 tahun silam); Artikel Fadjar Asia
    Sejarah Singkat Gerakan Serikat Buruh Indonesia Masa Kolonial Belanda
    ISLAM, MARXISME DAN PERSOALAN SOSIALISME DI INDONESIA
    Islam & Sosialisme ; H.O.S. Tjokroaminoto
    Masa lalu yang membunuh masa depan
    Pergerakan Partai Sjarikat Islam sebagai levend organisme
    Cita Dasar Pergerakan Syarikat Islam
    The Grand Old Man ; Jalan Perjuangan H. Agus Salim
    Sang Raja Tanpa Mahkota : Hidup Dan Perjuangan HOS Tjokroaminoto
    Kaum Muda Penggerak “Revolusi Indonesia”
    Nasionalisme: Sejarah dan Perkembangan
    Mengenal Sejarah Komunisme di Indonesia
    Kekuatan Ideologi Politik Di Pentas Sejarah Pergerakan Bangsa Indonesia
    Epistemologi Nasionalisme
    SOSIALISME SEBAGAI IDEOLOGI POLITIK
    IDEOLOGISASI ISLAM: JALAN MENUJU REVOLUSI (PEMIKIRAN ALI SYARI’ATI)
    Mencari Arti “Atas Nama” Dalam Sejarah Hidup Manusia
    Apa itu Ideologi ? (bahasan teoritis)
    Politik Pemikiran
    Teori Politik Islam ; Analisis Historis Pembentukan Negara Islam
    Kenapa Menggugat Boedi Oetomo ?
    Memori Indonesia Abad XX yang Terekam dalam Gambar
    Snouck Hurgronje Arsitek Politik Islam Hindia Belanda
    Memahami Situasi Sosio Politik Indonesia Awal Abad XX
    Feodalisme ; Jurus Ampuh Kolonialisasi Hindia Belanda
    Politik Hukum Kolonial Belanda; Pengaruhnya terhadap pelaksanaan hukum Islam
    Membaca Kembali Jejak RA Kartini
    Arti Penting Sejarah ; Catatan Pram
    Budaya Indis ; Jawa bukan Belanda Bukan
    “Balas budi”(?) Belanda kepada Bumi Putera dengan Politik Etis
    Jejak Kolonialisme di Bumi Nusantara Abad 19
    Sepenggal Sejarah dari (Tentang) Penjara Masa Kolonial Belanda
    Kegagalan Historiografi indonesiasentris ??
    Siapa Bagus Rangin ?
    Catatan Awal Memahami Sejarah Indonesia Modern (Abad XX)
    Refleksi Pembelajaran Sejarah; sebuah catatan anak jaman
    Memahami Fenomena Politik Islam di Indonesia (Mencari Pisau Analisa)
    Kapitan Ahmad `Pattimura’ Lussy; icon perlawanan rakyat maluku
    Perang Banjar-2 ; Pangeran Antasari ‘Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin’
    Perang Banjar-1 ; Campur Tangan Belanda dalam Kekuasaan Kesultanan Banjar
    Perang Jawa-3 ; 1825 – 1830 Perjuangan Islam Melawan Penjajah
    Perang Jawa-2 ; Latar Belakang Perang Diponegoro
    PERANG JAWA-1 ; Mengenal Tokoh
    Perang Padri ; Gerakan perlawanan rakyat Sumatera Barat terhadap Belanda dipimpin oleh Imam Bonjol
    Perang Padri ; akhir keberpihakan golongan penghulu terhadap Belanda
    Perang Padri ; Pemimpin Baru Tuanku Mudo Imam Bonjol
    PERANG PADRI ; gerakan Harimau Nan Salapan
    Sisingamangaraja XII (1845 – 1907) Pejuang Islam yang Gigih
    Cut Nyak Dien (1848-1908) Perempuan Aceh Berhati Baja
    Perlawanan Gerakan Islam Terhadap Penjajahan Belanda
    Indonesian Traditional States
    Perluasan Eksploitasi Ekonomi Kolonial
    Tanam paksa; sejarah anak negeri menjadi kuli
    “Mengapa Belanda mempraktikan devide et impera?”
    menikmati ‘sepotong kue’ wilayah dunia Timur (Paradigma Negara Penjajah)
    Penulisan Sejarah Islam, Sebuah Pembutaan Umat
    Manuskrip Ulama Nusantara Dijarah Penjajah
    Sejarah Peradaban Islam Indonesia yang Terkubur (dikubur)
    Islam dan Awal Kesadaran Sejarah
    Penulisan Sejarah Islam Indonesia (Masih di Dominasi Versi Sarjana Barat)
    “Sejarah” siapa yang punya ??
    Periodisasi Sejarah Islam di Indonesia (sebuah penelusuran gagasan)
    Menulis Sejarah ; “Belajar historiografi”
    Periodisasi Sejarah…. buat apa yach?
    Tafsir sejarah versi Gue… Apa’an yah?
    Kenapa Rumit Mentafsirkan Sejarah?
    Eksistensi Negara-Negara Islam di Nusantara
    VOC dan Misi Kristenisasi di Nusantara
    Jayakarta, Jajahan VOC Pertama
    Negara Islam Mataram Melawan VOC
    Data Historis VOC di Indonesia
    Indonesia dan VOC (Verenigde Oostindische Compagnie)
    Belanda Tidak Pernah Menjajah Ratusan Tahun di Indonesia
    Sejarah nama Indonesia
    Membuat Bangsa Ini Melek Sejarah
    Resink dan Mitos Penjajahan 350 Tahun
    Kezaliman Dalam Penulisan Sejarah Islam
    MITOS PENJAJAHAN 350 TAHUN
    Perjuangan Islam dengan Dakwah
    NEGARA ISLAM DI NUSANTARA
    Dari Cirebon ke Banten : Langkah Dakwah Sunan Gunung Jati
    Pendekatan Budaya Dalam Penulisan Sejarah
    TAN MALAKA : GERILYAWAN REVOLUSIONER YANG LEGENDARIS
    Kaum Muslimin Indonesia di Mekkah pada Masa Kolonial
    GUNA SEJARAH
    PENJELASAN SEJARAH (Historical Explanation)
    Kekuatan-Kekuatan Sejarah
    Jejak Lain Negara Islam Samudera Pasai
    Metode Dakwah Para Wali di Jawa Barat
    Syarif Hidayatullah; Sunan Gunung Jati
    DASAR-DASAR INTELIJEN (BAGIAN 2-SELESAI)
    DASAR-DASAR INTELIJEN (BAGIAN 1)
    Siapa Laksamana Cheng Ho ?
    Cirebon; Gerbang Dakwah Islam Jawa Barat
    Sunan Kalijaga; Politikus Empat Zaman
    Sejarah Lisan Orang Biasa: Sebuah Pengalaman Penelitian
    Benarkah Reformasi TNI Berhasil?
    Pentingnya Menjaga Kewibawaan TNI
    Sejarah Indonesia versi Tentara
    Sejarah Militer Mencari Laba
    Menggugat Sejarah “Indonesia” Versi Tentara
    Sejarah TNI
    Proses Pelembagaan Islam : Dari Dakwah ke Negara
    Proklamasi Berdirinya Negara Islam Demak
    Filsafat Sejarah Menurut Murtadha Muthahhari (bagian -2)
    Filsafat Sejarah Menurut Murtadha Muthahhari (bagian -1)
    Prediksi Sejarah
    Kajian tentang Falsafah Sunda
    Mengenal Filsafat
    Sejarah Munculnya “Istilah Filsafat Sejarah”
    Raden Fatah alias Al-Fatah; Sang Pemimpin Muda
    Kebangkitan nasional atau kebangkitan elit Jawa?
    Pembodohan dan Pemalsuan Sejarah di Lokasi Proklamasi
    Rakyat tanpa Sejarah, Sejarah tanpa Rakyat
    Membangkitkan Kesadaran Sejarah
    Sunan Bonang; Panglima Tentara Demak
    Sunan Giri ; Aktor Berdirinya Negara Islam Demak
    Hamka sang Otodid@k
    Wali Songo itu Para Pemuda
    Strategi Dakwah Walisanga
    Pesan Dakwah Walisanga
    Geneologi Para Wali
    Sunan Ampel Pengkader Para Pejuang
    Maulana Magribi Da’i Pelopor di Tanah Jawa
    Sejarah Islam Tanah Jawa (2)
    Sejarah Islam Tanah Jawa (1)
    NEGARA ISLAM ; PENELUSURAN ISTILAH
    POLITIK ISLAM HINDIA BELANDA
    SAMUDRA PASAI NEGARA ISLAM PERTAMA
    SALURAN-SALURAN DAKWAH ISLAM
    Fase Islamisasi Bumi Nusantara
    Ekonomi dan Politik Sebagai Bandul Sejarah
    SEJARAH ISLAM TANPA MISI ?
    Fungsi Sejarah Menurut Al-Qur’an
    SEJARAH ADALAH REKONSTRUKSI MASA LALU.
    MENGENAL PARTAI POLITIK
  

Saturday, June 18, 2016

SISTEM EKONOMI LIBERAL(PASAR/KAPITALIS) |ekonomiakuntansiid

SISTEM EKONOMI LIBERAL(PASAR/KAPITALIS) |ekonomiakuntansiid 
Berikut ini penulis menampilkan pengertian sistem ekonomi liberal (pasar/kapitalis). selamat membaca ... 
Pengetian Sistem  Ekonomi Liberal(pasar/kapitalis) Mempunyai beberapa persi sekalipun maknanya tidak berbeda yakni memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk menentukan pasar, dan bahkan sangat mengharapkan pemerintah tidak ikut campur tangan didalamnya.  
Pengertian Sistem ekonomi pasar (pasar/kapitalis) adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Sistem ini sesuai dengan ajaran dari Adam Smith, dalam bukunya “An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.”
Pemahaman lain mengatakan mengatakan, pengertian Sistem ekonomi liberal/pasar/ kapitalis adalah sitem ekonomi yang aset-aset produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh sektor individu/swasta. Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual untuk memperoleh laba.
Berdasar dari dua ungkapan tersebut maka Pengertian Sistem perekonomian pasar/tata ekonomi liberal/kapitalis merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Dalam sistem perekonomian liberal/kapitalis/pasar, setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas.
Ciri dari sistem ekonomi pasar adalah :
1.Masyarakat diberi kebebasan atau Setiap orang bebas memiliki barang, termasuk barang modal dan sumber-sumber produksi.
2.Setiap individu, masyarakat, pengusaha bebas menggunakan barang dan jasa yang dimilikinya
3.Kegiatan ekonomi ditujukan untuk memperoleh laba
4.Segala kegiatan ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat (Swasta)
5.Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam pasar atau Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.
6.Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan                   masyarakat pekerja (buruh).
7.Adanya persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan, Persaingan dilakukan secara bebas
8.Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar, karna Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonom.
9.Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
10.Peranan modal sangat vital
Keuntungan dan Kelemahan.
Keuntungan Sistem Ekonomi Pasar(liberal/Kapitalis) yaitu :
1.Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah dari pemerintah.
2.Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.
3.Munculnya persaingan untuk maju dari masyarakat atau pengusaha.
4.Mengahsilkan barang-barang yang bermutu tinggi, karena adanya motivasi persaingan sehat antar masyarakat/antar pengusaha.
5.Efisiensi dan efektivitas tinggi karna setiap tindakan ekonomi didasarkan atas motif mencari laba
Sistem ekonomi liberal kapitalis selain memilki keuntungan juga mempunyai kelemahan, antara lain :
Kekurangan Sistem Ekonomi Pasar(liberal/kapitalis) :
1.Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan, karena persaingan bebas serta tidak sehat.
2.Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal
3.Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat
4.Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.
5.Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Institusi pokok yang membangun sitem ekonomi liberal/kapitalis/pasar
Ada lima institusi pokok yang membangun sitem ekonomi liberal/kapitalis/pasar, yakni :
a. Hak kepemilikan.
Sebagian besar hak kepemilikan dalam sistem ekonomi liberal/kapitalis/pasar adalah hak kepemilikan swasta/individu (private/individual property), sehingga individu dalam masyarakat liberal/kapitalis/pasar lebih terpacu untuk produktif.
b. Keuntungan.
Keuntungan (profit) selain memuaskan nafsu untuk menimbun kekayaan produktif, juga merupakan bagian dari ekspresi diri, karena itu keuntungan dipercaya dapat memotivasi manusia untuk bekerja keras dan produktif.
c. Konsumerisme.
Konsumerisme sering diidentikkan dengan hedonisme yaitu falsafah hidup yang mengajarkan untuk mencapai kepuasan sebesar-besarnya selama hidup di dunia.  Tetapi dalam arti positif, konsumerisme adalah gaya hidup yang sangat menekankan pentingnya kualitas barang dan jasa yang digunakan. Sebab tujuan akhir dari penggunaan barang dan jasa adalah meningkatkan nilai kegunaan (utilitas) kehidupan. Sehingga masyarakat liberal kapitalis terkenal sebagai penghasil barang dan jasa yang berkualitas.
d. Kompetisi.
Melalui kompetisi akan tersaring individu-individu atau perusahaan-perusahaan yang mampu bekerja efisien. Efisiensi ini akan menguntungkan produsen maupun konsumen, atau baik yang membutuhkan (demander) maupun yang menawarkan (supplier).
e. Harga.
Harga merupakan indikator kelangkaan, jika barang dan jasa semakin mahal berarti barang dan jasa tersebut semakin langka. Bagi produsen, gejala naiknya harga merupakan sinyal untuk menambah produksi agar keuntungan meningkat.
5. Sejarah dan Perkembangan.
Sistem ekonomi liberal kapitalis lebih bersifat memberikan kebabasan kepada individu/swasta dalam menguasai sumber daya yang bermuara pada kepentingan masing-masing individu untuk mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Hal tersebut tidak terlepas dari berkembangnya paham individualisme dan rasionalisme pada zaman kelahiran kembali kebudayaan Eropa (renaisance) pada sekitar abad pertengahan (abad ke-XVI). Yang dimaksud dengan kelahiran kembali kebudayaan Eropa adalah pertemuan kembali dengan filsafat Yunani yang dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan modern setelah berlangsungnya Perang Salib pada abad XII – XV. Cepat diterimanya kebudayaan Yunani oleh ilmuwan Eropa tidak terlepas dari suasana masa itu, dimana Gereja mempunyai kekuasaan yang dominan sehingga berhak memutuskan sesuatu itu benar atau salah. Hal tersebut mendorong para ilmuwan untuk mencari alternatif diluar Gereja. Dalam hal ini filsafat Yunani yang mengajarkan bahwa rasio merupakan otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran, sangat cocok dengan kebutuhan ilmuwan Eropa waktu itu.
Pengaruh gerakan reformasi terus bergulir, sehingga mendorong munculnya gerakan pencerahan (enlightenment) yang mencakup pembaruan ilmu pengetahuan, termasuk perbaikan ekonomi yang dimulai sekitar abad XVII-XVIII. Salah satu hasilnya adalah masyarakat liberal kapitalis.
Namun gerakan pencerahan tersebut juga membawa dampak negatif. Munculnya semangat liberal kapitalis membawa dampak negatif yang mencapai puncaknya pada abad ke-XIX, antara lain eksploitasi buruh, dan penguasaan kekuatan ekonomi oleh individu. Kondisi ini yang mendorong dilakukannya koreksi lanjutan terhadap sistem politik dan ekonomi, misalnya pembagian kekuasaan, diberlakukannya undang-undang anti monopoli, dan hak buruh untuk mendapatkan tunjangan dan mendirikan serikat buruh.
a.    Sistem liberal kapitalis awal/klasik.
Sistem ekonomi liberal kapitalis klasik berlangsung sekitar abad ke-XVII sampai menjelang abad ke-XX, dimana individu/swasta mempunyai kebebasan penguasaan sumber daya maupun pengusaan ekonomi dengan tanpa adanya campur tangan pemerintah untuk mencapai kepentingan individu tersebut, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai ekses negatif diantaranya eksploitasi buruh dan penguasaan kekuatan ekonomi. Untuk masa sekarang, sitem liberal kapitalis awal/klasik telah ditinggalkan.
b.    Sistem liberal kapitalis modern.
Sistem ekonomi liberal kapitalis modern adalah sistem ekonomi liberal kapitalis yang telah disempurnakan. Beberapa unsur penyempurnaan yang paling mencolok adalah diterimanya peran pemerintah dalam pengelolaan perekonomian. Pentingnya peranan pemerintah dalam hal ini adalah sebagai pengawas jalannya perekonomian. Selain itu, kebebasan individu juga dibatasi melalui pemberlakuan berbagai peraturan, diantaranya undang-undang anti monopoli (Antitrust Law). Nasib pekerja juga sudah mulai diperhatikan dengan diberlakukannya peraturan-peraturan yang melindungi hak asasi buruh sebagai manusia. Serikat buruh juga diijinkan berdiri dan memperjuangkan nasib para pekerja. Dalam sistem liberal kapilalis modern tidak semua aset produktif boleh dimiliki individu terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak, pembatasannya dilakukan berdasarkan undang-undang atau peraturan-peraturan. Untuk menghindari perbedaan kepemilikan yang mencolok, maka diberlakukan pajak progresif misalnya pajak barang mewah.
Negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar( liberal/kapitalis) modern antara lain :
1) Di benua Amerika, antara lain Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brasil, Chili, Kuba, Kolombia, Ekuador, Kanada, Maksiko, Paraguay, Peru dan Venezuela.
2) Di benua Eropa, sebagian besar menganut sistem ini antara lain Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cekoslovakia, Denmark, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Polandia, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris.
3) Di benua Asia, antara lain India, Iran, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, Turki, Malaysia, Singapura.
4) Kepulauan Oceania, antara lain Australia dan Selandia Baru.
5) Di benua Afrika, sistem ekonomi ini terbilang masih baru. Negara yang menganut antara lain Mesir, Senegal,  Afrika Selatan.

Friday, June 17, 2016

KESULTANAN MAKASSAR ABAD 16. | ilmusaudarana

 KESULTANAN MAKASSAR (GOWA-TELLO) ABAD 14-16
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para pendahulu di Gowa mengatakan bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14.Abad ke-16
Tumapa'risi' Kallonna
Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertahta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar bahwa "daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan melakukan perombakan besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa. Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan penangkapan ikan banyak.
Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya pada abad ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta Kesultanan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.
Tunipalangga
Tunipalangga dikenang karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam Kronik (Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:
Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru, Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.
Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal kerajaan, sehingga Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.
Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di benteng-benteng besar.
Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur emas dengan logam lain, dan membuat batu bata.
Pertama kali membuat dinding batu bata mengelilingi pemukiman Gowa dan Sombaopu.
Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu) di bawah Anakhoda Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar.
Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak (batakang), dan membuat peluru Palembang.
Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari rakyatnya.
Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya dan sangat berani.

A. MASA PERTUMBUHAN KESULTANAN MAKASSAR (GOWA - TALLO)

Latar belakang kerajaan

Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan bercorak Hindu di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing.
Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan. Sebelum abad ke 16, kerajaan-kerajaan di Sulawesi masih bercorakkan Hindu, barulah ketika  adanya dakwah dari Dato'ri Bandang dan Dato' Sulaiman, perlahan-lahan kerajaan-kerajaan tersebut mulai memeluk islam. Kerajaan gowa-tallo sendiri merupakan sebuah Kerajaan yang bercorak Islam. Setelah bergabung menjadi Gowa Tallo, Raja Gowa Daeng Manrabia menjadi Raja Gowa Tallo Karaeng Matoaya menjadi perdana menteri (patih) dan bergelar Sultan Abdullah.
Letaknya strategis yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka dan Jawa ke Maluku. Letaknya di muara sungai, sehingga lalu lintas perdagangan antar daerah pedalaman berjalan dengan baik. Di depan pelabuhan terdapat gugusan pulau kecil yang berguna untuk menahan gelombang dan angin, sehingga keamanan berlabuh di pelabuhan ini terjamin.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong para pedagang mencari daerah atau pelabuhan yang menjual belikan rempah-rempah.
Halauan politik Mataram sebagai kerajaan agraris ternyata kurang memperhatikan pemngembangan pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Akibatnya dapat diambil alih oleh Makasar.
Kemahiran penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal besar jenis Phinisi dan Lambo.

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan. Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang.
Masjid Katangka
Mirip dengan pernyataan Prof. DR. M. Ahmad Sewang, pakar Sejarah UIN Alauddin Makassar, bahwa memang pada masa kerajaan-kerajaan dulu telah masuk Islam, ada semacam pengakuan atau legitimasi yang harus datang dari Turki Utsmani sebagai spiritual power (Dunia Islam masa itu) kepada raja terpilih. Beliau mencontohkan legitimasi Sultan Buton oleh Turki Utsmani sekalipun beliau mengatakan tidak sejauh itu pernah membahas masalah ini. Hanya saja, Bapak Prof. Sewang menambahkan, bahwa Turki Utsmani adalah Khalifah.
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat. Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
A. Letak Kerajaan
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
B. Raja-raja yang memerintah
 Para Raja dan Sultan Gowa
    Tumanurung (±1300)
    Tumassalangga Baraya
    Puang Loe Lembang
    I Tuniatabanri
    Karampang ri Gowa
    Tunatangka Lopi (±1400)
    Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
    Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
    Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)
    I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
    I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
    I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)
    I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
    I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna; Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam
    I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
    I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
    I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'; Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681
    Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
    I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
    La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
    I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
    I Manrabbia Sultan Najamuddin
    I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735
    I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
    I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
    Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
    I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
    I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
    I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
    I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
    La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
    I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)
I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 - wafat 18 Mei 1895)
I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na; Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895, ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906, kemudian meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906
I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (bertahta 1936-1946) mendengarkan pidato pengangkatan pejabat gubernur Celebes, Tn. Bosselaar (awal tahun 1930-an).  
Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)
Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II (2011-2014)
I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III Daeng Sila Karaeng Lembang Parang (2014-Sekarang)
Raja Makassar (Gowa-Tello) Pertama memeluk Agama Islam
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.

C. Kehidupan ekonomi
Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
- letak yang strategis,
- memiliki pelabuhan yang baik
- jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang- pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Faktor-faktor penyebab Kerajaan Gowa Tallo berkembang menjadi pusat perdagangan adalah sebagai berikut:

D. Kehidupan Sosial Budaya
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.

Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makassar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.
Deretan kapal Pinisi di Pelabuhan Paotere.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Gowa dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.
E. Kehidupan politik
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Ma’towaya Tumamenanga Ri Agamanna (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1591 – 1638 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.

Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
F. Peninggalan sejarah
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud  (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
Kompleks makam raja gowa tallo
Makam raja-raja. Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak abad XVII sampai dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir barat muara sungai Tallo atau pada sudut timur laut dalam wilayah benteng Tallo. Ber¬dasarkan basil penggalian (excavation) yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan sejarah dan Purbakala (1976¬-1982) ditemukan gejala bah wa komplek makam ber¬struktur tumpang-tindih. Sejumlah makam terletak di atas pondasi bangunan, dan kadang-kadang ditemukan fondasi di atas bangunan makam.
Kompleks makam raja-raja Tallo ini sebagian ditempat¬kan di dalam bangunan kubah, jirat semu dan sebagian tanpa bangunan pelindung: Jirat semu dibuat dan balok¬balok ham pasir. Bangunan kubah yang berasal dari kuran waktu yang lebih kemudian dibuat dari batu bata. Penempatan balok batu pasir itu semula tanpa memper¬gunakan perekat. Perekat digunakan Proyek Pemugaran. Bentuk bangunan jirat dan kubah pada kompleks ini kurang lebih serupa dengan bangunan jirat dan kubah dari kompleks makam Tamalate, Aru Pallaka, dan Katangka. Pada kompleks ini bentuk makam dominan berciri abad XII Masehi.

Penyebab Keruntuhan kerajaan Gowa Tello(Makassar)
Raja Bone Aru Palaka meminta bantuan Belanda untuk menyerang Hasanuddin karena wilayahnya dikuasai Gowa Tallo, maka dengan cepat Belanda menyambutnya.
Belanda menyerang dari laut, sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat. Dengan tekanan yang demikian berat akhirnya Belanda mempu memaksa Gowa Tallo menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).

Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Gowa Tallo menyerah kepada Belanda tahun 1669.
Akibat penyerahan Gowa Tallo kepada Belanda adalah seperti berikut:
•Peranan Makasar sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Indonesia Timur berakhir.
•Belanda menguasai Gowa Tallo dan mendirikan benteng di New Rotterdam.
•Pejuang Makasar banyak yang pergi ke luar daerah untuk melanjutkan perjuangannya melawan penjajah Belanda. Para pejuang tersebut antara lain Kraeng Galengsong dan Montemaramo yang pergi ke Jawa melanjutkan perjuangannya di Jawa.
Beberapa akibat di atas mengakhiri Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan berakhir pula peranannya sebagai pelabuhan transito yang besar.
Istana Balla Lompoa th. 1880-an kelihatan yang dekat. dan Istana Balla Lompoa yang dibelakang 2013.
Kerajaan Gowa Tallo
Prinsip damai Kerajaan Gowa dalam menyebarluaskan Islam dapat dicermati ketika Raja Gowa XIV Sultan Alauddin bersama Mangkubumi (Raja Tallo) Sultan Awwalul Islam dan pasukannya mendatangi Bone untuk mengajak memeluk Islam. Mereka tiba di Bone dan mengambil tempat di Palette. La Tenriruwa, Raja Bone XI, adalah raja Bone yang pertama memeluk agama Islam. Setelah mengadakan pembicaraan antara Raja Gowa dan Raja Bone, rakyat Bone dikumpulkan di suatu lapangan terbuka karena Raja akan menyampaikan sesuatu kepada mereka. Berkatalah Raja Bone La Tenriruwa kepada rakyat banyak :
Hai rakyat Bone, saya sampaikan padamu, bahwa kini Raja Gowa datang ke Bone menunjukkan jalan lurus bagi kita sekalian ialah agama Islam, mari kita sekalian terima baik Raja Gowa itu. Karena bagi saya sendiri sudah tidak ada kesangsian apa-apa. Saya sudah yakin benar bahwa Islam inilah agama yang benar, yaitu menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengikut Nabi Muhammad saw.
Selanjutnya Raja Bone La Tenriruwa berkata lagi:
Memang ada kata sepakat moyang kami dengan Raja Gowa yang mengatakan, bahwa barangsiapa di antara kita mendapat kebaikan, dialah menuntun di depan. Raja Gowa berkata bahwa bila agama Islam diterima oleh kita, maka Gowa dan Bone adalah dua sejoli yang paling tangguh di tengah lapangan. Bila kita terima agama Islam, maka kita tetap pada tempat kita semula. Akan tetapi, bila kita diperangi dahulu dan dikalahkan, baru kita terima agama Islam, maka jelas rakyat Bone akan menjadi budak dari Gowa. Saya kemukakan keterangan ini, kata Raja Bone La Tenriruwa, bukan karena saya takut berperang lawan orang-orang Makassar. Tapi kalau semua kata-kata dan janji Raja Gowa itu diingkarinya, maka saya akan turun ke gelanggang, kita akan lihat saya ataukah Raja Gowa yang mati.
Demikian isi pidato Raja Bone La Tenriruwa kepada rakyat banyak.
Kalau kita mencermati petikan pidato di atas dapat dipahami, bahwa betapa Raja Gowa memiliki maksud yang baik kepada Raja Bone dan Rakyat Bone untuk hanya semata-mata agar memeluk Islam. Bahkan dikatakan kepada mereka, jika mau memeluk Islam maka Kerajaan Bone dan Gowa hidup sejoli yang saling menguatkan satu sama lain. Namun, sekalipun Raja Bone La Tenriruwa sudah memeluk Islam lalu mengajak rakyatnya, maka rakyatnya pun menolak bahkan Ade’ Pitue (Hadat Tujuh) memecat La Tenriruwa dari tahtanya, dan bermufakat mengangkat La Tenripale to Akkapeang menjadi raja Bone XII (1611-1625). Akhirnya, Raja Bone XII inilah yang berperang dengan Raja Gowa sehingga ditaklukkan oleh Gowa, kemudian mereka masuk Islam.
Abdul Razak Daeng Patunru’ (1969: 21) menguraikan bagaimana Gowa mengajak kerajaan-kerajaan memeluk Islam, “Pada hakekatnya Raja Gowa sebagai seorang Muslim dan memegang teguh prinsip agama Islam, bahwa penyebaran Islam harus dilakukan secara damai. Pada mulanya sama sekali tidak bermaksud untuk memaksa raja-raja menerima Islam, tetapi karena ternyata kepada Baginda, bahwa selain raja-raja itu menolak seruan Baginda, mereka pun mengambil sikap dan tindakan yang nyata untuk menentang kekuasaan dan pengaruh Gowa yang sejak dahulu telah tertanam di tanah-tanah Bugis pada umumnya.”
Hubungan Kerajaan Gowa dengan Khilafah Islamiyah
Hubungan Kerajaan Gowa dengan Khilafah Islamiyah pada waktu itu, yang dapat kita pahami adalah dalam hal pemberian gelar “sultan” kepada raja-raja Gowa yang diberikan oleh Mufti Makkah menurut penuturan Andi Kumala Idjo, SH sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya.
Bahkan Raja Gowa yang ke-33, I Mallingkaan Daeng Nyonri Sultan Idris (1893-1895), yang terpajang di Museum Ballalompoa saat ini, menurut Andi Kumala Idjo, SH adalah senantiasa menggunakan pakaian Turki atau baju dan songkok Turki.
Litografi Istana Balla Lompoa pada tahun 1880-an (berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard).
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi bagian selatan. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kesultanan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya pada abad ke-17.


 
Gambar Sultan Hasanuddin dalam perangko yang diterbitkan tahun 2006.
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, VOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan VOC (Kompeni).
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perjanjian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan VOC, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Abad ke-20
Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja Gowa ke-1, Tumanurung, hingga mencapai puncak keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami masa penjajahan dibawah kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem pemerintahan mengalami transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi bagian Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa. Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Kabupaten Gowa pertama.

RUJUKAN :
http://www.e-dukasi.met
http://id.Wikipedia.org
http://blog.unila.ac.id
http://id.shvoong.com
Kesultanan Gowa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman initampilkan/sembunyikan detail
Kesultanan Gowa
Bate Salapang
Wilayah kekuasaan Federasi Kesultanan Gowa-Tallo pada abad ke-16
Ibu kota     Sungguminasa
Bahasa     Bugis, Makassar
Agama     Islam
Bentuk Pemerintahan     Monarki Kesultanan
Sultan    
 -      1300     Tumanurung
 -      1653-1669     Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana
 -      1946-1978     Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin
 -      2014-Sekarang     Sultan Kumala Idjo Batara Gowa
Sejarah    
 -      Didirikan     1300
 -      Bergabung dengan Indonesia     1946
     ^ Kesultanan Goa-Tallo (Makassar).
    ^ Kerajaan Gowa-Tallo / Kesultanan Makassar (Lengkap).
    ^ a b Genealogi Dinasti Ketiga Kerajaan Gowa di Royal Ark
    ^ Gelar Raja Gowa.
    ^ Sultan Kumala Idjo: Inilah Perbedaan Raja Gowa Dulu dan Sekarang.

PERANG DIPONEGORO(1825-1830) | ilmusaudarana

Sebab-sebab Terjadinya Perang di Ponegoro
Perang Diponegoro (1825-1830)
Setelah Belanda menderita kekalahan dalam Peperangan era Napoleon di Eropa, pemerintah Belanda yang berada dalam kesulitan ekonomi berusaha menutup kekosongan kas mereka dengan memberlakukan berbagai pajak di wilayah jajahannya, termasuk di Hindia Belanda. Selain itu, mereka juga melakukan monopoli usaha dan perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Pajak-pajak dan praktek monopoli tersebut amat mencekik rakyat Indonesia yang ketika itu sudah sangat menderita.

Untuk semakin memperkuat kekuasaan dan perekonomiannya, Belanda mulai berusaha menguasai kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, salah satu di antaranya adalah Kerajaan Yogyakarta. Ketika Sultan Hamengku Buwono IV wafat, kemenakannya, Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia 3 tahun, diangkat menjadi penguasa. Akan tetapi pada prakteknya, pemerintahan kerajaan dilaksanakan oleh Patih Danuredjo, seseorang yang mudah dipengaruhi dan tunduk kepada Belanda. Belanda dianggap mengangkat seseorang yang tidak sesuai dengan pilihan/adat keraton.

Pada pertengahan bulan Mei 1825, pemerintah Belanda yang awalnya memerintahkan pembangunan jalan dari Yogyakarta ke Magelang lewat Muntilan, mengubah rencananya dan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo. Rupanya di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro (RM Ontowiryo). Hal ini membuat Pangeran Diponegoro tersinggung dan memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Ia kemudian memerintahkan bawahannya untuk mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut. Namun Belanda tetap memasang patok-patok tersebut bahkan yang sudah jatuh sekalipun. Karena kesal, Pangeran Diponegoro mengganti patok-patok tersebut dengan tombak.

Belanda yang mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran Diponegoro karena dinilai telah memberontak, pada 20 Juli 1825 mengepung kediaman beliau di Tegalrejo. Terdesak, Pangeran beserta keluarga dan pasukannya menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul. Sementara itu, Belanda tidak berhasil menangkap Pangeran Diponegoro maka pasukan belanda membakar habis kediaman Pangeran Diponegoro.
Tidak ada pilihan yang lain maka, Perang diponegoro terjadi pada tahun 1825-1830 merupakan perjuangan dalam melawan pemerintahan belanda juga dilakukan di jawa, seperti yang dilakukan pangeran diponegoro.
Sebab umum terjadinya perang diponegoro adalah sebagai berikut:
Daerah kerajaan makin dipersempit
Kaum bangsawan dilarang menyewakan tanahnya kepada pengusaha-pengusaha swasta
Rakyat dibelit berbagai bentuk pajak dan pungutan
Pihak keraton yogyakarta tidak berdaya menghadapi campur tangan politik pemerintah kolonial
Pihak keraton hidup mewah dan tidak memedulikan penderitaan rakyat, sementara rakyat dilanda kemiskinan.
Adapun sebab khusus terjadinya perang diponegoro adalah sebagai berikut:
Pangeran diponegoro tersingkir dari elite kekuasaan karena menolak berkompromi dengan pemerintah kolonial. Pangeran diponegoro memilih mengasingkan diri ke tegalrejo.
Pemerintah kolonial melakukan profokasi dengan membuat jalan yang menerobos makam leluhur pangeran diponegoro
Hal tersebut lah yang membuat pangeran diponegoro marah dan menganggap nya sebagai suatu penghinaan. Untuk memperkuat kekuasaannya, pangeran diponegoro membangun pusat pertahanan di selarong. Dukungan pada pangeran diponegoro datang dari mana mana sehingga pasukan diponegoro semakin kuat. Dukungan datang dari pangeran mangkubumi, sentot alibasya prawirodirjo, dan kiai mojo. Dari pihak belanda untuk menghadapi perlawanan pangeran diponegoro mendatangkan pasukan di sumatera barat dan sulawesi selatan di bawh pimpinan jenderal marcus de kock.

Pangeran diponegoro memimpin pasukannya dengan perang gerilya.
Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya. Pangeran menempati goa sebelah Barat yang disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaan beliau. Sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.
Setelah penyerangan itu, dimulailah sebuah perang besar yang akan berlangsung 5 tahun lamanya. Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu dalam semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati"; sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati. Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro. Perjuangan Diponegoro dibantu Kyai Mojo yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Dalam perang jawa ini Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubowono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.

Dalam perjuangannya, Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari rakyat, ulama dan juga kaum bangsawan. Dari kaum bangsawan ada Pangeran Mangkubumi, Pangeran Joyokusumo dan lain-lain. Sementara dari kaum ulama ada Kiai Mojo, Haji Mustopo, Haji Badaruddin dan Alibasha Sentot Prawirodirdjo.
Dalam usaha membangkitkan semangat juang, Kiai Mojo selalu membakar keberanian para pejuang. Beliau menetapkan bahwa tujuan perang ini adalah Jihad yang harus dilakukan semua umat Islam untuk melawan orang-orang yang menyebabkan penderitaan dan kehancuran disegala bidang.

    Pada tahun 1825-1826, pasukan Pangeran Diponegoro mendapat banyak kemenangan. Daerah Pacitan berhasil dikuasai pada tanggal 6 Agustus 1825, menyusul kemudian Purwodadi pada tanggal 28 Agustus 1825. Pertempuran semakin meluas meliputi Banyumas, Pekalongan, Semarang, Rembang, Madiun, Kertosono dan lain-lain. Pangeran Diponegoro menugaskan Pangeran Adiwinoto dan Mangundipuro memimpin perlawanan di daerah Kedu, Pangeran Abubakar dan Tumenggung Joyomustopo, mengadakan perlawanan di daerah Lowanu, sedangkan untuk daerah Kulonprogo diserahkan kepada Pangeran Adisuryo dan anaknya Pangeran Sumenegoro untuk memimpin perjuangan, Tumenggung Cokronegoro di wilayah Gemplong, untuk wilayah sebelah utara kota Jogjakarta perjuangan dikomandoi oleh paman Diponegoro yaitu Pangeran Joyokusumo, beliau dibantu oleh Tumenggung Surodilogo, di bagian timur kota Jogjakarta diembankan kepada Suryonegoro dan Suronegoro,  markas besar di selarong dipimpin oleh Joyonegoro Sumodiningrat dan juga Joyowinoto, sedangkan untuk daerah Gunung kidul dipimpin oleh Pangeran Singosari dan Warsokusumo, di daerah Pajang  pimpinan perang diembankan kepada Mertoloyo, Wiryokusumo, Sindurejo dan Dipodirjo, di daerah sukowati juga ditempatkan pasukan perlawanan yang dipimpin oleh Kartodirjo, wilayah strategis Semarang dipimpin oleh Pangeran Serang, sedangkan untuk daerah Madiun, Magetan dan Kediri,dipimpin oleh Mangunnegoro,

Pada tanggal 28 Juli 1826 pasukan Alibasha Sentot Prawirodirdjo mendapat kemenangan diwilayah Kasuran. Pada tanggal 30 Juli 1826 Pangeran Diponegoro memenangkan pertempuran di wilayah Lengkong. Kemudian tanggal 28 Agustus 1826, Pangeran Diponegoro mendapat kemenangan yang gemilang di Delanggu. Oleh rakyat, Pangeran Diponegoro diangkat menjadi sultan dengan gelar Sultan Abdulhamid Cokro Amirulmukminin Sayidin Panotogomo Kalifatullah Tanah Jowo.

Tidak terhitung berapa kerugian yang diderita oleh Belanda akibat perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro. Kekalahan demi kekalahan dialami oleh pasukan Belanda dalam menghadapi perang gerilya. Akhirnya pada tahun 1827, Jenderal De Kock menggunakan siasat Benteng Stelsel. Siasat ini untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dengan jalan membangun benteng-benteng sebagai pusat pertahanan dan untuk memutuskan hubungan pasukan Diponegoro dengan daerah lain.

Belanda juga mendatangkan bala bantuan dari Sumatra Barat untuk menghadapi perlawanan pasukan Diponegoro. Taktik lain yang digunakan Belanda untuk melemahkan pasukan Pangeran Diponegoro adalah mendekati para pimpinan pasukan  agar mau menyerah dan memihak Belanda. Siasat ini berhasil, Pangeran Notodiningrat putra Pangeran Mangkubumi menyerah  pada tanggal 18 April 1828. Pangeran Aria Papak menyerah pada bulan Mei 1828. Kemudian pada tanggal 31 Oktober 1828, Kiai Mojo berunding dengan Belanda. Perundingan dilakukan di desa Mlangi. Perundingan gagal dan Kiai Mojo ditangkap kemudian diasingkan ke Minahasa sampai akhirnya wafat pada tahun 1849

Pemimpin lainnya yang masih gigih berjuang adalah Alibasha Sentot Prawirodirdjo. Pada tanggal 20 Desember 1828 berhasil menyerang benteng Belanda di daerah Nanggulan. Untuk menghadapi perlawanan Sentot, Jenderal De Kock melakukan pendekatan agar ia mau berunding. Belanda kemudian minta bantuan dari Pangeran Ario Prawirodiningrat, bupati Madiun untuk membujuk Sentot. Usaha ini berhasil, pada tanggal 17 Oktober 1829 diadakan perundingan perdamaian dengan syarat : Sentot tetap menjadi pemimpin pasukan dan pasukannya tidak dibubarkan, selain itu ia dan pasukannya tetap diperbolehkan memakai sorban. Pada tanggal 24 Oktober 1829 Sentot dan pasukannya memasuki kota Jogjakarta. Kemudian oleh Belanda dikirim ke Sumatra Barat. Karena ia kemudian bergabung dengan kaum Padri, Sentot lalu ditangkap dan dibuang ke Cianjur, kemudian dipindahkan ke Bengkulu sampai akhirnya meninggal tahun 1855.
Pihak Belanda, Untuk mengatasi perlawanan diponegoro tersebut, gubernur jenderal van der capellen menugasi jenderal marcus de kock untuk menjalankan strategi benteng stelsel, yaitu mendirikan benteng di setiap tempat yang dikuasainya. Antar benteng yang satu dan benteng lainnya dihubungkan dengan jalan untuk memudahkan komunikasi dan pergerakan pasukan. Taktik benteng stelsel ini bertujuan untuk mempersempit ruang gerak pasukan diponegor. Pasukan diponegoro semakin bertambah lemah terlebih lagi pada tahun 1829 kiai mojo dan sentot alibasya prawirodirjo memisahkan diri. Lemahnya kedudukan diponegoro tersebut menyebabkan ia menerima tawaran berunding dengan belanda di magelang.
Dalam perundingan tersebut, pihak belanda diwakili oleh jenderal de kock. Perundingan tersebut gagal mencapai sepakat, kemudian belanda menangkap pangeran diponegoro dan di bawa ke batavia, yang selanjutnya di pindahkan ke menado, kemudian dipindahkan lagi ke makassar dan meninggal di benteng rotterdam pada tanggal 8 januari 1855.
Dengan menyerahnya Sentot, kekuatan Pangeran Diponegoropun semakin berkurang. Apalagi setelah putranya yang bernama Pangeran Dipokusumo menyerah pada Belanda di tahun 1830. Walaupun sudah banyak yang menyerah tetapi Pangeran Diponegoro masih tetap bertahan melakukan perlawanan. Pada tanggal 21 September 1829 Belanda mengeluarkan pengumuman bahwa siapa saja yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro akan mendapat hadiah 20.000 ringgit. Tetapi usaha ini tidak berhasil.
Setelah berjuang dengan gigih akhirnya Pangeran Diponegoro bersedia berunding dengan Belanda. Pada tanggal 8 Maret 1830 dengan pasukannya yang masih setia telah memasuki wilayah Magelang. Tetapi Pangeran Diponegoro minta perundingan diundur karena bertepatan dengan bulan Ramadhan.
Pertemuan pertama antara Pangeran Diponegoro dengan pihak Belanda yang diwakili Kolonel Cleerens dilakukan pada tanggal 16 Februari 1830 didesa Remo Kamal, ditetapkan apabila perundingan mengalami kegagalan, Pangeran Diponegoro diperkenankan kembali ke markasnya.
Pada tanggal 28 Maret 1830 perundingan berikutnya dilakukan di rumah Residen Kedu. Perundingan tidak mencapai kata sepakat. Jenderal De Kock ternyata mengingkari janjinya karena pada saat Pangeran Diponegoro hendak meninggalkan meja perundingan, beliau ditangkap oleh pasukan Belanda. Hari itu juga Pangeran Diponegoro diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.
Pada tanggal 11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis. Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den Bosch. Tanggal 30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnoningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado. 3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam. Pada tahun1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan. Pada 8 Januari 1855 Pangeran Diponegoro wafat dan dimakamkan di Makassar.
Akibat perang ini, Perang diponegoro yang berlangsung selama lima tahun tersebut membawa dampak antara lain sebagai berikut: Belanda menderita kerugian yang sangat besar. Dan merupakan perang yang paling menguras tenaga dan biaya. Tercatat setidaknya 8.000 prajurit Belanda tewas dan sekitar 7.000 penduduk pribumi menjadi korban perang ini serta kurang lebih 20.000 gulden habis untuk membiayai perang ini.

    Kekuasaan wilayah yogyakarta dan surakarta berkurang
    Belanda mendapatkan beberapa wilayah yogyakarta dan surakarta
    Banyak menguras kas belanda
Atas perjuangan beliau pemerintah menetapkan Pangeran Diponegoro sebagai Pahlawan Nasional.
Dari beberapa uraian tersebut maka penulis menilai bahwa perlawanan yang dilakukan Pangeran diponegoro untuk melawan penjajah Belanda, adalah suatu gambaran buat generasi penerus bahwa untuk menghadapi tantangan baik dari dalam maupun dari luar disatu sisi dibutuhkan persatuan yang kokoh dan idealis. Disisi lain ilmu pengetahuan dan kecerdasan yang konstruktif tidak kalah pentingnya. 
Sumber ;
Soewarso Ibnoe .1977. Pelajaran Sejarah, Widya Duta. Surakaerta.
Purwanto Edi N Drs. 1987. Sejarah Nasional Dan Dunia. Armico.Yogyakarta.