Tuesday, June 7, 2016

PERGERAKAN KEAGAMAAN | ilmu saudarana

Selain dari gerakan melawan pemerasan dan gerakan ratu adil -masih ada lagi gerakan-gerakan rakyat yang dilancarkan oleh masyarakat pedesaan yang tergabung dalam kelompok-kelompok aliran agama. Latar belakang gerakan tidak berbeda dengan gerakan sebelumnya sebab gerakan ini bercita-cita untuk merubah keadaan yang jelek dan tatanan kehidupan yang sedang berlaku. Mereka umumnya benci terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dilingkungan kehidupan rakyat. Selain itu terjadinya dekadensi moral sebagai akibat dari perkembangan budaya barat. Sehingga dengan demikian kekacauan dimana-mana sulit tertahankan. Gerakan  yang dilakukan oleh KH.Mohammad Rifangi sekitar tahun 1850-an. Didesa kalisalak daerah kerisidenan pekalongan. disebut sebagai gerakan budiah dengan tujuan untuk memurnikan agama. Selain itu gerakan serupa pemborontakan serupa di Banten utara tahu 1880-an oleh kaum tarikat Naksyabandiah dan Qadiriah sekaligus menjadi simbol pemersatu dari rakyat pedesaan untuk menyebar gerakan pemborontakan itu. Namun  demikian gerakan yang dilakukan itu mengalami nasib serupa denga pemborontakan melawan pemerasan dan gerakan ratu adil sebelumnya sampai munculnya organisasi-organisasi berikut ini.

 1).Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912
Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Muhammadiyah berarti umat Muhammad atau pengikut Muhammad. Dengan nama ini memiliki harapan dapat mencontoh segala jejak perjuangan dan pengabdian Nabi Muhammad. Tujuan yang ingin dicapai adalah:
Memajukan pengajaran berdasarkan agama Islam, dan Memupuk keimanan dan ketaqwaan para anggotanya.
Dalam rangka mencapai tujuan itu, Muhammadiyah melakukan beberapa upaya berikut.
Mendirikan sekolah-sekolah (bukan pondok pesantren) dengan pengajaran agama dan kurikulum yang modern. Mendirikan rumah sakit dengan nama Pusat Kesengsaraan Umum (PKU). Mendirikan rumah yatim piatu. Mendirikan perkumpulan kepanduan Hisbul Wathan.
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah menghadapi tantangan dari golongan Islam konservatif. Mereka melihat Muhammadiyah begitu terbuka terhadap kebudayaan Barat sehingga khawatir kemurnian Islam akan dirusak atau mengalami kemunduran.. Oleh karena itu para ulama mendirikan Nahdlatul Ulama pada tahun 1926.
 2) Nahdlatul Ulama
Gerakan NU dipelopori oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Gerakan Muhammadiyah banyak mendapat simpati termasuk pemerintah kolonial Belanda karena perjuangannya tidak bersifat konfrontatif (menentang). Dalam
Kongres Muhammadiyah yang berlangsung dari tanggal 12 - 17 Maret 1925 di Yogyakarta, diperbincangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengajaran Islam, mass media Islam, dan buku-buku tentang Islam yang berbahasa Jawa. Di samping Muhammadiyah, gerakan keagamaan lain yang memiliki andil bagi kemajuan bangsa antara lain, berikut ini.
Jong Islamienten Bond, berdiri tanggal 1 Januari 1925 di Jakarta.
Nahdlatul Ulama (NU), berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur.
Nahdlatul Wathan, berdiri tahun 1932 di Pacor, Lombok Timur.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJm4k-W8qbImQElkAIiaYXRiWCDx-GEG-57X2Tj79Si4BWDiWP6IJgQz_A5nvajSKX_vuFLZz6GPbgqByQsFfwDecExrdvRBPDQntvASiCyVXN6umqQ4vS73NuxxhkIxkaWFUfFStWeVI/s1600/ir+sukarno.jpg  
Organisasi Keagamaan Masa Pergerakan
AWAL MULA MUNCULNYA ORGANISASI KEAGAMAAN
Organisasi Keagamaan Masa Pergerakan Pada abad ke-19, muncul gerakan pembaruan di negara-negara Islam, di Asia Barat. Pemikiran itu merupakan reaksi atas tantangan Barat. Gerakan itu berpusat di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir dengan pimpinan Jamaluddin Al Afghani. Pengaruh gerakan itu sampai di Indonesia dengan tokoh-tokohnya Muhammad Iqbal dan Amir Ali. Reformasi Islam dapatlah dikatakan sebagai gerakan emansipasi keagamaan, yaitu dengan perbaikan kaum muslim melalui pendidikan yang sedapat mungkin sejajar dengan pendidikan barat. Di Jakarta, tahun 1905, berdiri perkumpulan Jamiyatul khair yang mendirikan sekolah dasar untuk masyarakat Arab. Sekolah modern itu disamping mengajarkan agama juga mengajarkan pelajaran berhitung, sejarah, geografi, dll.
Muhammadiyah
Keberadaan organisasi BU telah memberikan inspirasi kepada KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan sebuah orgaisasi yang bersifat modern bernama Muhammadiyah. Organisasi yang didirikan Ahmad Dahlan pada 18 November 1912, bercirikan organisasi sosial, pendidikan, dan keagamaan. Salah satu tujuan pendirian Muhammadiyah adalah memurnikan ajaran Islam. Islam seharusnya bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadis. Tindakannya adalah amar makruf nahimunkar, atau mengajak hal yang baik dan mencegah hal yang jelek.
Pembaruan model Wahabiyah di Arab pun dimulai, antara lain dengan manajemen organisasi modern, pendirian lembaga pendidikan dan dakwah melalui media atau surat kabar. Sistem pendidikan dibangunnya dengan cara sendiri, menggabungkan cara tradisional dengan cara modern. Model sekolah Barat ditambah pelajaran agama yang dilakukan di dalam kelas. Dalam bidang kemasyarakatan organisasi ini mendirikan rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu yang dikelola oleh lembaga-lembaga. Usaha di bidang sosial itu ditandai dengan berdirinya Pertolongan Kesengsaraan Umum (PKU) pada tahun 1923. Itulah bentuk kepedulian sosial dan tolong menolong sesama muslim. Selanjutnya organisasi wanita juga dibentuk dengan nama ‘Aisyiah di Yogyakarta, sebagai bagian dari organisasi wanita Muhammadiah. Nama ‘Aisyiyah terinspirasi dari nama ‘Aisyah, istri nabi Muhammad yang dikenal taat beragama, cerdas, dan rajin bekerja untuk mendukung ekonomi rumah tangga. Diharapkan profil ‘Aisyah juga menjadi profil warga ‘Aisyiyah. ‘Aisyiyah yang masih eksis sampai kini didirikan sebagai pembaru peran kaum perempuan, terutama di bidang keagamaan. Ketika ‘Aisyiyah berdiri, perempuan tidak mendapatkan akses pendidikan dan kemasyarakatan karena dianggap tidak perlu mengenyam pendidikan, apalagi mempunyai peran kemasyarakatan. ‘Aisyiyah berpendapat bahwa perempuan dan lakilaki sama-sama mempunyai kewajiban untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, termasuk melalui bidang pendidikan.
Nahdlatul Ulama (NU)
Pembaruan Islam yang dilakukan di kota-kota mendorong kaum tua yang ingin mempertahankan tradisi mereka untuk mendirikan organisasi. Reaksi positif dari golongan tradisionalisme adalah lahirnya organisasi di kalangan mereka. Saat itu kebetulan bertepatan dengan akan dilakukannya Kongres Islam sedunia (1926), di Hijaz. Para ulama terkemuka saat itu kemudian membentuk lembaga yang bernama Jam’iyatul Nahdlatul Ulama (NU)
pada 31 Januari 1926, di Surabaya. Sebagai pendiri organisasi ini adalah Kyai Haji Hasyim Ashari dan sejumlah ulama lainnya. Organisasi itu berpegang teguh pada Ahlusunnah wal jam’ah. Tujuan organisasi ini terkait dengan masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan.
Pada dasarnya NU tidak berurusan dengan permasalahan politik. Dalam kongres yang diadakan di Surabaya, 28 Oktober 1928, diambil keputusan untuk menentang kaum reformis dan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Paham Wahabi. Pada gilirannya pertentangan antara kaum reformis dan tradisionalis itu tidak saja dapat dikurang, mereka bahkan melakukan kerjasama dalam melakukan perubahan. NU termasuk organisasi yang giat mengubah tradisi berkhutbahnya dari berbahasa Arab menjadi bahasa daerah yang dapat dimengerti oleh jamaahnya. Perubahan itu kemudian dapat memberikan dampak yang positif bagi pengikutnya. Perubahan cara berpikir pun mulai terlihat yang kemudian diikuti dengan perbaikan organisasi secara lebih modern, lembaga-lembaga sosial mulai didirikan, seperti rumah sakit, rumah yatim piatu, serta sekolah-sekolah. Yang tidak kalah penting dalam konteks Indonesia adalah bangkitnya nasioalisme modern, yaitu nasionalisme non kesukuan yang merupakan modal penting dalam terbentuknya negarabangsa di kemudian hari Pada tahun 1935, NU berkembang dengan pesat, NU sudah mempunyai 68 cabang dengan jumlah anggota 6.700. Pada tahun 1938, dalam kongresnya di Menes, Pandeglang, Banten, NU berusaha untuk dapat memperluas pengaruhnya ke seluruh Jawa. Kongres selanjut di Surabaya, tahun 1940, diputuskan untuk mendirikan Wanita Nahdlatul Ulama Muslimat dan pemudanya dibentuklah Organisasi Ansor.
Organisasi Islam lainnya
Gerakan Islam modern juga dilakukan oleh keturunan Arab di Indonesia. Pada tahun 1914 didirikan perkumpulan Al-Irsyad oleh Syekh Ahmad Surkati. Ia berkeinginan agar pendidikan agama Islam dilakukan sejak dini dan diajarkan terus menerus. Juga dikembangkannya ukhuwwah Islamijah di antara pemeluk agama Islam. Banyaknya keturunan Arab yang berdomisili di Indonesia, mendorong A.R. Baswedan untuk mendirikan Partai Arab Indonesia pada tahun 1934. Mereka berpendapat bahwa Indonesia sebagai tanah airnya, karena mereka dilahirkan dari seorang perempuan Indonesia.
Di Sumatra Barat, berdiri Sumatra Thawalib. Organisasi itu didirikan oleh kalangan pemuda Sumatra Barat, tahun 1918. Para pemuda itu mendapat pendidikan Islam di Mekah. Mereka belajar pada Syekh Akhmad Khatib, ketika kembali ke Sumatera Barat, mereka membawa pemikiran Islam modern yang digerakan oleh Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh. Organisasi itu bertujuan untuk mengusahakan dan memajukan ilmu pengetahuan dan pekerjaan yang berguna bagi kemajuan dan kesejahteraan menurut ajaran Islam. Kemudian organisasi itu berubah menjadi Persatuan Muslim Indonesia yang memperluas tujuan, yaitu Indonesia Merdeka dan Islam Jaya. Organisasi itu khususnya bergerak dalam bidang pendidikan dan politik. Secara cepat pengaruh organisasi itu meluas di Sumatera Barat. Sebagai organisasi politik yang radikal, Thawalib kemudian dilarang untuk beraktivitas oleh pemerintah pada tahun 1936.
Persatuan Tarbiyah Islamiyah, organisasi ini didirikan oleh ulama-ulama di Sumatera Barat yang tidak setuju dengan Thawalib, antara lain Syekh Sulaiman ar Rasuly. Kegiatan organisasi itu terutama bergerak di bidang pendidikan, yaitu dengan mendirikan madrasah. Mereka juga membuat majalah sebagai sarana menyalurkan gagasan dan ide-ide kemajuan, antara lain Suara Tarbiyatul Islamiyah (SUARTI), Al Mizan, dan Perti Bulanan. Setelah kemerdekaan organisasi itu bernama Partai Tarbiyatul Islamiyah (PERTI). Organisasi yang sejalan dengan PERTI adalah Persatuan Muslim Tapanuli  (PMT). Organisasi PMT ini didirikan oleh Syekh Musthafa Purba, baru pada tahun 1930 juga karena tidak sepaham dengan Thawalib. Selanjutnya di Bandung berdiri Persatuan Islam (PERSIS). Organisasi itu muncul sebagai reaksi dari pembatasan gerak Jamiyatul Khair, pada tahun 1923 oleh Kiai Hasan. Organisasi itu bertujuan untuk meningkatkan kesadaran beragama dan semangat ijtihat dengan melakukan dakwah dan pembentukan kader melalui madrasah dan sekolah.
Di Kalimantan Selatan juga berdiri organisasi yang merupakan kelanjutan dari SI. Usaha SI di bidang pendidikan dilanjutkan dengan mendirikan madrasah Daru Salam. Madrasah ini dilengkapi dengan asrama dan sawah sebagai tempat untuk belajar hidup mandiri para santri. Kegagalan SI juga mendorong masyarakat Aceh untuk melanjutkan perjuangan SI, maka didirikanlah Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Organisasi itu dibentuk oleh Tengku M.Daud Beureureh pada 5 Mei 1939. Tujuan organisasi itu meningkatan pendidikan agar terlaksana syari’at Islam dalam masyarakat. Kemudian Nahdatul Wathan yang juga merupakan organisasi kelanjutan SI di Nusa Tenggara barat. Organisasi itu juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran beragama. Perhatian utama organisasi itu adalah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan.
Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI)
MIAI merupakan gabungan dari organisasi politik dan beberapa organisasi massa yang bersifat moderat terhadap Belanda. Golongan Muslim yang tergabung dalam organisasi memilih sikap nonkooperasi terhadap pemerintahan kolonial. Saat Jepang berkuasa, organisasi ini mendapat kelonggaran menjalankan aktivitasnya, sementara aktivitas organisasi yang lain dilarang. Karena MIAI dipandang sebagai organisasi yang anti barat.
Suatu ketika seluruh pemuka agama diundang oleh Gunsikan, Mayor Jenderal Okazaki ke Jakarta. Mereka diajak untuk bertukar pendapat. Pertemuan itu menghasilkan MIAI harus menambah azas dan tujuannya. Kegiatan MIAI menyelenggarakan badan amal dan peringatan hari keagamaan. Sebagai organisasi yang diakui Jepang MIAI dianggap kurang memuaskan pemerintah Jepang. Pada Oktober 1943 MIAI dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasyim Asyari, K.H Mas Mansyur, K.H Farid Ma’aruf, K.H Hasyim, Kartosudarmo, K.H Nachrowi, dan Zainal Arifin.[ki]
Pergerakan dengan cara konfrontatif yang terjadi sepertinya sejak dahulu sampai sekarang boleh dikatakan hampir tidak membuahkan. Akan tetapi dengan adanya gerakan seperti itu maka para tokoh agama kita terbuka wawasannya untuk mendirikan organisasi yang kebih tertib dan tertata untuk mencapai Indonesia merdeka. Sebab sulit melakukan suatu perubahan kearah yang dinginkan oleh suatu negara manakala Negara tersebut belum merdeka atau masih terjaja. 

No comments:

Post a Comment