Wednesday, November 2, 2016

LIBERALISME DAN PENGARUHNYA DI DUNIA | pembelajaransejarah

PENGARUH LIBERALISME DUDUNIA

Pembaca yang terhormat berikut ini penulis akan menampilkan tulisan mengenai liberalisme dan pengaruhnya diberbagai aspek di Dunia.
Liberalisme pada awalnya muncul saat dunia barat memasuki enlighment ages atau abad pencerahan sekitar abad ke 16 sampai awal abad 19 yang mana pada saat itu, mulai muncul industri dan perdagangan dalam skala besar yang berbasis teknologi baru. Dipertajam oleh Timbulnya faham liberal (liberalisme) dimulai dengan timbulnya faham-faham baru dari golongan kapitalis/Borjuis/pemilik modal terutama dibidang perekonomian. Bersamaan dengan munculnya seorang tokoh yang menghendaki adanya kebebasan, yakni ; Adam Smith dengan bukunya yang berjudul Wealth Of Nation tahun (1776).   
Untuk mengelola industri dan perdagangan dalam skala besar yang berbasis teknologi baru tersebut muncullah kebutuhan-kebutuhan baru seperti buruh yang bebas dalam jumlah banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kebebasan berkreasi. Namun kebutuhan-kebutuhan ini terbentur oleh peraturan-peraturan yang dibuat masa pemrintahan yang feodal. Maka golongan intelektual yang mengendepankan rasionalitas memunculkan paham liberal. Golongan intelektual ini merasakan keresahan ilmiah (rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencari pengetahuan yang baru).
Biasanya ketika mendengar istilah liberalisme pikiran kita selalu mengarah kepada kebebasan individu,pasar bebas maupun sistem perekonomian yang didominasi pasar. Namun apakah pengertian yang selama ini kita pahami merupakan istilah yang sebenarnya mencerminkan paham liberalisme. Atau bisa saja pengertian yang selama ini kita pahami hanyalah pengertian yang dangkal tanpa adanya pemahan terhadap arti yang sebenarnya mengenai Liberalisme. Untuk itulah didalam artikel ini kami ingin menganalisis dan memahami makna dari liberalisme, bagaimana awal munculnya paham liberalisme di dunia, perkembangan paham liberalisme di Indonesia serta yang terakhir adalah menganalisis berbagai pendapat pandangan mengenai paham liberalisme.
Setelah nantinya kita mengetahui bagaiman perkembangan paham liberalisme di dunia dan di Indonesia kita akan samapai pada analisis mengenai paham liberalisme melalui pendapat beberapa ahli. Dengan begitu kita akan mampu menempatkan pengetian yang sebenarnya mengenai paham liberalisme dan selain itu akan lebih memperkuat pemahaman tentang liberalisme karena sudah mencoba melakukan analisis pendapat beberapa ahli tentang paham liberalisme.Dan mungkin nantinya kita akan memahami arti yang lebih luas mengenai liberalisme lebih dari pemahaman sebelumnya yakni jika mendengar kata liberalisme kita hanya akan tertuju pada kebebasan dan pasar bebas.
Ketika membicarakan sebuah paham yang berkembang didunia maka tidak akan lepas dari paham-paham seperti Liberal, Nasionalis, Kapitalis, Komunis. Terutama yang dibicarakan adalah Liberal. Antara Liberalisme dengan Liberal merupakan dua kata yang berbeda namun terkadang disamakan. Jika Liberalisme merupakan Paham Liberal sedangkan Liberal merupakan orang atau kaum atau bangsa yang mau menerima paham ini.
Berdasar dari uraian tersebut  di atas, maka yang menjadi pertanyaan adalah;(1) apa arti dari Liberalisme?(2). Apa yang latar belakang lahirnya Liberalisme?(3). Bagaimana perkembangan Liberalisme di Dunia?
(4). Apa dampak baik dan buruk Liberalisme di bidang ekonomi, sosisal, budaya dan politik?(5).   Bagaimana perkembangan Liberalisme di Indonesia?
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengupas lebih dalam tentang Ideologi Liberalisme yang dipakai pada negara-negara berkembang. Diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi serta refrensi bagi para pembaca tentang Ideologi Liberalisme.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Liberalisme
Makna liberal menurut Ensiklopedi Britannica 2001 deluxe edition CD-ROM, menjelaskan bahwa kata liberal diambil dari bahasa Latin liber, free. Liberalisme secara etimologis berarti falsafah politik yang menekankan nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi hak-hak warganya.
Kata liberalisme berasal dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Dan isme yang berati paham. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The old Liberalism). Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang sehingga mempunyai berbagai makna.
Secara politis liberalisme adalah ideologi politik yang berpusat pada individu, dianggap sebagai memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama dan ideologi (Simon Blackburn, Oxford Dictionary of Philosophy). Dalam konteks sosial liberalisme diartikan sebagai adalah suatu etika sosial yang membela kebebasan (liberty) dan persamaan (equality) secara umum (Coady, C. A. J. Distributive Justice). Menurut Alonzo L. Hamby, PhD, Profesor Sejarah di Universitas Ohio, liberalisme adalah paham ekonomi dan politik yang menekankan pada kebebasan (freedom), persamaan (equality), dan kesempatan (opportunity) (Brinkley, Alan. Liberalism and Its Discontents).
Liberalisme adalah sebuah doktrin yang maknanya semangat individualisme. Setiap individu dihargai kebebasanya dalam ekonomi, politik, hukum, budaya, dalam suatu Negara,yang dikemas dalam istilah kebebasan, kemerdekaan dan persamaan.Sedangkan menurut wikipedia Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Jadi dalam paham liberalisme setiap individu bebas untuk mengembangkan bakat dan pemikiranya. Tetapi individu tersebut tetap harus bertanggung jawab atas semua tindakanya.
Makna kebebasan dalam paham liberal ini bisa dijadikan dalam artian kata yang positif maupun yang negatif. Seperti yang telah dijelaskan diatas, namun pemaknaan positif, yang mana positif dalam hal kebebasan individu untuk memerdekakan dirinya, untuk mengembangkan bakat dan pemikirannya serta juga disertai dengan tanggungjawab. Namun jika hal pemaknaan kata Liberal dalam sisi negatif yang dinyatakan dalam buku Sejarah Pemikiran Barat yang menyatakan bahwa,  liberal dalam arti negatif adalah sikap batin semaunya saja, tidak ambil pusing dengan aturan atau patokan, menolak semua konvensi, tradisi, atau apapun yang dianggap membatasi kebebasannya.
Bisa diartikan juga lebih pada sikap individu yang bertindak semaunya dengan melanggar norma-norma yang berlaku, dan memberontak pada hal-hal tradisonal. hal tersebut tidak akan pernah luput jika dikaitkan dengan kata bebas. Jika individu tersebut tidak mau mengontrol dirinya sendiri maka kebebasan tersebut pasti akan mengarah pada kebebasan yang negatif. Kebebasan tersebut akan menjadi baik jika disertai dengan tanggung jawab atas segala tindakannya, dan bisa mengontrolnya dengan baik.
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama (Sukarna, 1981). Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Dalam berbagai aspek liberal bisa diartikan seperti yang dibawah ini, ini hanya untuk menghindari adanya ketidak beneran arti dari liberalisme:
·         Aspek individu
Liberal mengartikan bahwa cara berfikir dan bersikap dengan kritis akan adat dan tradisi-tradisi yang berkembang. Tidak ingin terikat oleh aturan yang ada, akan tetapi tetap terbuka akan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan bisa membuat lebih bermanfaat. Bisa diartikan bahwa tetap terbuka, tidak mau terikat namun tetap mau menerima pendapat orang lain untuk kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan bisa menjadikan lebih baik.
·         Aspek Ekonomi
Liberalisme dalam konteks ekonomi ingin mengatakan bahwa hidup perekonomian merupakan bidang yang harus dikembangkan sesuai dengan kodrat manusia yang bebas, sehingga perekonomian itu memang seharusnya berdasar prinsip pasar bebas (free market). Artinya semua hubungan ekonomi tercipta oleh pasar bebas, campur tangan dari pihak penguasa mana pun tidak dapat dibenarkan. Yang bisa diartikan bahwa pada aspek ekonomi biarkan individu, kelompok atau suatu masyarakat it sendiri yang mengatur segala haluntuk memenuhi kebutuhannya, para penguasa tidak diperbolehkan untuk ikut campur. Termasuk ketika pemerintah yang menetukan harga pasar, itu tidak diperbolehkan. Pemerintah ikut camput sesedikit mungkin, dan biarkan swasta dan masyarakat yang menentukan. Jika pihak swasta sudah memasuki area ekonomi maka kita bisa lihat dampaknya pada era masa kini, semua dikuasai oleh pihak swasta (dominan) sedangkan pemerintah dan masyarakatnya dirugikan. Terjadinya pasar bebas, maksudnya setiap individu bebas bersaing dalam kapital (kepemilikan uang dan barang) dan harga (kemampuan mengidentifikasi jual-beli) dipasaran untuk memperebutkan monopoli kekuasaan dan dominasi.
·         Aspek Politik
Liberal dalam aspek politik mengenai tentang pertentangan mengenai bentuk pemerintahan yang otoriter. Menurut Adisusilo dalam konteks politik (2013: 155), bahwa paham ini mencurigai segala bentuk kuasa, karena kuasa cenderung berkembang menjadi semakin besar dan menindas, maka harus diberi saluran dan dibatasi. Otoriter berarti bentuk pemerintahan yang mempunyai ciri kekuasaan hanya berpusat pada negara atau pribadi tertentu, sehingga tidak adanya kebebasan individu. Kekuasaan yang besar dan yang berkuasa yang memimpin, dan untuk kepentingan tertentu segala sesuatu akan dikorbankan meskipun itu adalah milik orang lain. Sehingga penindasan terhadap individu lain akan terjadi. Dalam paham ini hal seperti itu akan ditentang, karena paham ini lebih mengutamakan individualisme.
      Menurut Sukarna (1981) ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Sedangkan menurut Ramlan Subakti (2010: 45) ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut. Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik. Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragamadan kebebasan pers. Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat, sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu pemerintah dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai cendarung disalahgunakan, dan karena itu sejauh mungkin dibatasi. Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.
    
2.2 Sejarah Liberalisme
      Pemikiran liberal (liberalisme) adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
      Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early liberalism).
      Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of 1688. Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan Ireland (James VII) dari Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini, parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat Inggris.  Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas. Hak-hak dasar itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John Locke menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut, dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi.
      Singkatnya pada abad ke 20 setelah berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918, beberapa negara Eropa menerapkan prinsip pemerintahan demokrasi. Hak kaum perempuan untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi di dalam pemerintahan diberikan. Menjelang tahun 1930-an, liberalisme mulai berkembang tidak hanya meliputi kebebasan berpolitik saja, tetapi juga mencakup kebebasan-kebebasan di bidang lainnya; misalnya ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Tahun 1941, Presiden Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan empat kebebasan, yakni kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan kebebasan dari ketakutan (freedom from fear). Pada tahun 1948, PBB mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights yang menetapkan sejumlah hak ekonomi dan sosial, di samping hak politik.
      Jika ditilik dari perkembangannya liberalisme secara umum memiliki dua aliran utama  yang saling bersaing dalam menggunakan sebutan liberal. Yang pertama adalah liberal klasik atau early liberalism yang kemudian menjadi liberal ekonomi yang menekankan pada kebebasan dalam usaha individu, dalam hak memiliki kekayaan, dalam kebijakan ekonomi dan kebebasan melakukan kontrak serta menentang sistim welfare state. Yang kedua adalah liberal sosial. Aliran ini menekankan peran negara yang lebih besar untuk membela hak-hak individu (dalam pengertian yang luas), seringkali dalam bentuk hukum anti-diskriminasi.
      Selain kedua tren liberalisme diatas yang menekankan pada hak-hak ekonomi dan politik dan sosial terdapat liberalisme dalam bidang pemikiran termasuk pemikiran keagamaan. Liberal dalam konteks kebebasan intelektual berarti independen secara intelektual, berfikiran luas, terus terang, dan terbuka. Kebebasan intelektual adalah aspek yang paling mendasar dari liberalisme sosial dan politik atau dapat pula disebut sisi lain dari liberalisme sosial dan politik. Kelahiran dan perkembangannya di Barat terjadi pada akhir abad ke 18, namun akar-akarnya dapat dilacak seabad sebelumnya (abad ke 17). Di saat itu dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang intelektual, keagamaan, politik dan ekonomi dari tatanan moral, supernatural dan bahkan Tuhan.
      Pada saat terjadi Revolusi Perancis tahun (1789)  kebebasan mutlak dalam pemikiran, agama, etika, kepecayaan, berbicara, pers dan politik sudah dicanangkan. Prinsip-prinsip Revolusi Perancis itu bahkan dianggap sebagai Magna Charta liberalisme. Konsekuensinya adalah penghapusan Hak-hak Tuhan dan segala otoritas yang diperoleh dari Tuhan;  penyingkiran agama dari kehidupan publik dan menjadinya bersifat individual. Selain itu agama Kristen dan Gereja harus dihindarkan agar tidak menjadi lembaga hukum ataupun sosial.  Ciri liberalisme pemikiran dan keagamaan yang paling menonjol adalah pengingkaran terhadap semua otoritas yang sesungguhnya, sebab otoritas dalam pandangan liberal menunjukkan adanya kekuatan diluar dan diatas manusia yang mengikatnya secara moral. Ini sejalan dengan doktrin nihilisme yang merupakan ciri khas pandangan hidup Barat postmodern yang telah disebutkan diatas.
2.3 Perkembangan Liberalisme Dunia
      Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (Private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Di zaman pencerahan, kaum intelektual dan politisi Eropa menggunakan istilah liberal untuk membedakan diri mereka dari kelompok lain. sebagai adjektif kata liberal dipakai untuk menunjuk sikap anti feodal, anti kemapanan, rasional, bebas merdeka (independent), berpikiran luas lagi terbuka (open-minded), dan oleh karena itu hebat (magnanimous).
      Dalam politik, liberalisme dimaknai sebagai sistem dan kecenderungan yang berlawanan dengan dan menentang sentralisasi dan absolutisme kekuasaan. Dibidang ekonomi, liberalisme merujuk pada sistem pasar bebas dimana intervensi pemerintah dalam perekonomian dibatasi atau bahkan tidak diperbolehkan sama sekali. Dalam hal ini dan pada batasan tertentu liberalisme identik dengan kapitalisme. Di wilayah sosial, liberalisme berarti kebebasan menganut, meyakini, dan megamalkan apa saja sesuai kecenderungan, kehendak dan selera masing-masing. Bahkan lebih jauh dari itu liberalisme mereduksi agama menjadi menjadi urusan privat.
      Sebagaimana diungkapan oleh H. Gruber, prinsip liberalisme yang paling mendasar ialah pernyataan bahwa tunduk kepada otoritas apapun namanya adalah bertentangan dengan hak asasi, kebebasan dan harga diri manusia, yakni otoritas yang akarnya, aturannya, ukurannya, dan ketetapan ada diluar dirinya.
      Pada awalnya liberalisme berkembang di kalangan Protestan saja. Namun belakangan wabah liberalisme menyebar di kalangan Khatolik juga. Tokoh-tokoh liberal seperti  Benjamin Constant anatar lain menginginkan  agar pola hubungan antara institusi gereja, pemerintah, dan masyarakat ditinjau ulang dan diatur lagi. Mereka juga menuntut reformasi terhadap doktrin-doktrin dan disiplin yang dibuat oleh gereja katholik  di roma, agar disesuaikan dengan semangat zaman yang sedang dan terus berubah, agar sejalan dengan prinsip-prinsip liberal dan tidak bertentangan dengan sains yang meskipun anti Tuhan namun dianggap benar. Negara-negara yang menganut paham liberal di benua Amerika adalah Amerika adalah Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brazil, Chili, Kuba, Kolombia, Ekuador, Honduras, Kanada, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay, dan Venezuela. Sekarang ini Kurang lebih paham Liberalisme dianut oleh sebagian besar wilayah negara di Amerika.
1.      Amerika Serikat
      Paham liberal di Amerika Serikat (AS) disebut liberalisme modern atau liberalisme baru. Sekarang para politis di AS mengakui, bahwa paham liberalisme klasik ada kaitannya dengan kebebasan individu yang bersifat luas. Tetapi mereka menolak ekonomi yang bersifat laissez faire atau liberalisme klasik yang menuju ke pemerintahan interventionism yang berupa penyatuan persamaan sosial dan ekonomi. Umumnya, hal tersebut disepakati pada dekade pertama abad ke-20 yang tujuannya menuju keberhasilan suatu hegemoni para politis dalam negeri.Tapi, kesuksesan tersebut mulai merosot dan menghilang pada sekitar tahun1970-an. Pada saat itu konsensus liberal telah dihadapkan suatu death-blow atau yang berupa robohnya pemerintahan Bretton Woods System yang dikarenakan kemenangan Ronald Reagan dalam pemilihan presiden tahun 1980, yang menjadikan liberalisme suatu arus kuat dalampolitik AS pada tahun tersebut.
      Liberalisme AS mulai bangkit pada awal abad ke-20 sebagai suatu alternatif ke politik nyata yang merupakan interaksi internasionalyang dominan pada waktu itu. Presiden Franklin Roosevelt yang pada saat itu adalah seorang yang berpaham liberal self-proclaimed, menawarkan bangsa itu menuju ke suatu kesuksesan baru dengan cara membangun institusi kolaboratif yang berpendukungan orang-orang Amerika sendiri dan berjanji akan menarik AS keluar dari tekanan yang besar tersebut. Untuk mengantisipasi akhir Perang Dunia II, Roosevelt merancang Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai suatu alat berupa harapan akan kerja sama timbal balik daripada membuat ancaman dan penggunaan kekuatan perang untuk memecahkan permasalahan politis internasional tersebut.
      Roosevelt juga menggunakan badan tersebut (PBB) untuk memasukan orang-orang Afrika yang tinggal di Amerika ke dalam militer AS serta membuat badan pendukungan hak dan kebenaran para wanita-wanita, sebagai penekanan atas kebebasan individu yang selanjutnya dilanjutkan oleh Presiden John F Kennedy dengan pembangunan Patung Liberty (1964) sebagai simbol kebebasan individu untuk hidup. Sebenarnya, liberalisme yang dianut oleh AS, sebagaimana yang ditekankan oleh Wilson dan Roosevelt adalah dengan menekankan kerja sama serta kolaborasi timbal balik dan usaha individu, bukan dengan membuat ancaman dan pemaksaan sebagai untuk pemecahan permasalahan politis baik di dalam maupun luar, sepertinya dianut oleh Presiden AS saat ini,George W Bush. Suatu paham liberal di AS itu mungkin seperti institusi dan prosedur politis yang mendorong kebebasan ekonomi, perlindungan yang lemah dari agresi oleh yang kuat, dan kebebasan dari norma-norma sosial bersifat membatasi. Karena sejak Perang Dunia II, liberalisme di AS telah dihubungkan dengan liberalisme modern, pengganti paham ideologi liberalisme klasik.
2.      Eropa
Sebagai aksi dan reaksi penentangan komunisme, Eropa membuat suatu paham yang berterminologi politis (termasuk "sosialisme" dan " demokrasi sosial"). Tapi, mereka tidak bisa memilih AS dengan pahamnya tersebut, dikarenakan pada saat itu Eropa belum begitu mengenal liberalisme yang dianut oleh AS. Tapi beberapa tahun kemudian barulah Eropa menyadari bahwa liberalisme yang dianut oleh AS. Hal itu mendorong Eropa ke suatu kebebasan individu tersendiri yang akhirnya memperbaiki keadaan ekonomi mereka tersendiri. Liberalisme di Eropa mempunyai suatu tradisi yang kuat. Di negara-negara Eropa, kaum liberal cenderung menyebut diri mereka sendiri sebagai kaum liberal, atau sebagai radical centristsyang democratic.
Negara-negara penganut paham liberal yakni diantaranya adalah Albania, Armenia, Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cyprus, Republik Cekoslovakia, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Macedonia, Moldova, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Romania, Rusia, Serbia, Montenegro, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Switzerland, Ukraina dan United Kingdom.
3.      ASIA
Negara-negara yang menganut paham liberal di Asia antara lain adalah India, Iran, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, dan Turki. Saat ini banyak negara-negara di Asia yang mulai berpaham liberal, antara lain adalah Myanmar, Kamboja, Hong Kong, Malaysia dan Singapura.
4.      Afrika
Sistem ekonomi liberal terbilang masih baru di Afrika. Pada dasarnya, liberalisme hanya dianut oleh mereka yang tinggal di Mesir,Senegal dan Afrika Selatan. Sekarang ini, kurang lebih liberalisme sudah dipahami oleh negara Aljazair, Angola, Benin, Burkina, Faso, Mantol Verde, Cote D’lvoire, Equatorial, Guinea, Gambia, Ghana, Kenya, Malawi, Maroko, Mozambik, Seychelles, Tanzania, Tunisia, Zambia Zimbabwe dan Republik Kongo.
2.4 Perkembangan Liberalisme Di Indonesia
Paham  liberalisme yang ada di kawasan Eropa sudah menyebar dan masuk ke kawasan Indonesia. Masuk dan menyebarnya paham liberalisme di kawasan Indonesia ini, dibawa oleh bangsa barat yang berdatangan ke Indonesia. Perlu diketahui,  bahwa masuknya paham liberalisme ke Indonesia seiring dengan kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda. Hal yang demikian sudah menjadi suatu hal yang biasa, dikarenakan bangsa Belanda merupakan bangsa yang menganut paham  liberal. Menyebarnya paham Liberalisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda seiring dengan semangat bangsa Belanda, yaitu Gold, Glory dan Gospel.
Masuknya paham Liberalisme di Indonesia, dimulai pada zaman penjajahan Belanda. Tepatnya, saat Belanda mengeluarkan Undang Undamg Agraria tahun 1870. Alasan Pemerintah Belanda mengeluarkan Undang Undang Agraria tersebut ialah untuk mengakhiri kegiatan Tanam Paksa atau yang lebih dikenal dengan nama Culturstelsel. Yang sebelumnya pelaksanaan Tanam Paksa tersebut untuk mengisi ekonomi negara Belanda yang kosong serta telah menyengsarakan rakyat Indonesia. Dari UU tersebut, maka kebebasan serta keamanan para pengusaha pun semakin terjamin dalam memperoleh tanah. Serta, mengatur perpindahan perusahaan-perusahaan gula ke tangan swasta.
Kemungkinan pemerintah Belanda, terinspirasi dari adanya revolusi Perancis tahun 1848, atau karena adanya kemenangan partai liberal dalam parlemen Belanda yang mendesak pemerintah Belanda untuk menerapkan sistem ekoomi liberal di negeri jajahannya terutama di Indonesia. Oleh karena itu ide ide liberalisme semakin meluas. Jadi, bagi orang orang Indonesia, tanah sudah kembali ke tangan mereka atau sudah menjadi hak milik mereka. Hal ini sesuai dengan tujuan UU Agraria, yaitu untuk melindungi petani petani Indonesia terhadap orang orang asing. Akan tetapi bagi para pengusaha asing diperbolehkan menyewanya dari pemerintah sampai selama 75 tahun. Jadi sejak di keluarkannya UU tersebut, maka industri industri perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia.
Hal tersebut sama seperti yang dituliskan pada artikel Sistem Ekonomi Liberal Pada Masa Kolonial, bahwa Liberalisme ini membawa ajaran pada bidang ekonomi bahwa dikehendaki pelaksanaan usaha usaha Bebas dan pembebasan kegiatan ekonomi dari campur tangan negara. Menurut Rickles, dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern periode tahun 1870–1900 atau juga disebut dengan periode liberal adalah jaman saat semakin hebatnya eksploitasi terhadap sumber sumber pertanian Jawa maupun di luar Jawa. (1998: 190). Ternyata dibalik dari periode liberal ini, bagi masyarakat penduduk pribumi Jawa merupakan suatu masa penderitaan yang semakin berat. Karena menurut penduduk Jawa, sistem perekonomian liberal ini hanya menguntungkan pihak swasta Belanda maupun para kolonial. Serta membuat di negeri Belanda sendiri menjadi pusat perdagangan.
Walaupun dibalik itu semua, dengan dibebaskan kehidupan ekonomi dari segala campur tangan pemerintah serta pengahpusan adanya unsur paksaan dari kehidupan ekonomi, hal tersebut akan mendorong perkembangan ekonomi Hindia Belanda. Periode liberal ini, mengakibatkan penerobosan dalam bidang ekonomi, perlahan lahan masuk ke masyarakat Indonesia. terutama di Jawa, banyak penduduk pribumi Jawa yang mulai menawarkan tanah tanah mereka kepada pihak swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan perkebunan besar. Akan tetapi perkebunan perkebunan milik pengusaha asing atau partikelir seperti teh, kopi, kina, karet atau yang lainnya hanya berlangsung sampai tahun 1870–1885. Hal ini dikarenakan, jatuhnya harga harga gula dan kopi di pasaran dunia. Akibat dari hal tersebut, maka terjadi adanya reorganisasi pada kehidupan ekonomi Hindia Belanda. Serta mayoritas perkebunan perkebunan besar menjadi milik perseroan terbatas. Akhirnya sekitar pada abad 19, sistem perekonomian yang pada mulanya dibentuk dari sistem liberalisme, maka digantikan oleh sistem ekonomi terpimpin.
Selain paham tersebut dibuktikan dengan adanya Undang Undang Agraria. Pemerintah Belanda juga memberi kebebasan dalam beragama. Maksud dari kebebasan beragama ini adalah kebebasan masyarakat Indonesia untuk memilih agama yang hendak dianutnya. Hal tersebut sudah dibuatkan dan dimaksudkan dalam Undang Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak akan memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.
Masuknya paham liberalisme juga melalui bidang pendidikan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui politik etis. Akan tetapi,pada dasarnya politik etis yang dilaksaakan oleh kolonial Belanda tersebut lebih condong menguntungkan para pemilik modal atau pengusaha Belanda sendiri. Dikutip dari Marwati Djoened Poesponegoro (2008 :22) yang berbunyi “Politik liberal mementingkan prinsip kebebasan terutama untuk memeberi kesempatan bagi pengusaha memakai tanah rakyat dan segala peraturan dibuat untuk melindungi para pengusaha Belanda sendiri, antara lain dalam soal memiliki atau meyewa tanah, undang-undang perburuhan, dan undang-undang pertambangan”. Pemerintah Belanda pada saat itu, mulai mendirikan Hoofdenscholen yang didirikan pada tahun  1893. Mayoritas sekolah sekola yang didirikan lebih bersifat kejuruan dengan mata pelajaran pada bidang hukum, tata buku, pengukuran tanah dan lain lain.
Sejak awal tahun 1970-an, bersamaan dengan munculnya Orde Baru yang memberikan tantangan tersendiri bagi umat Islam, beberapa cendekiawan Muslim mencoba memberikan respon terhadap situasi yang dinilai tidak memberi kebebasan berpikir. Kelompok inilah yang kemudian memunculkan ide-ide tentang "Pembaharuan Pemikiran Islam". Kelompok ini mencoba menafsirkan Islam tidak hanya secara tekstual tetapi justru lebih ke penafsiran kontekstual. Mereka dapat digolongkan sebagai Islam liberal dalam arti menolak taklid, menganjurkan ijtihad, serta menolak otoritas bahwa hanya individu atau kelompok tertentu yang berhak menafsirkan ajaran Islam.
2.5 Kontra Liberalisme di Indonesia
Bicara liberalisme adalah bicara kebebasan, dimana liberal sendiri secara umum diartikan sebagai suatu paham atau ideologi untuk menciptakan suatu masyarakat yang bebas, baik kebebasan secara ekonomi, politik, sosial dan agama. Cocokkah ideologi liberalisme diterapkan di indonesia? tentu banyak aspek yang dpat dilihat untuk menjawab pertanyaan tersebut seperti bidang atau aspek politik ekonomi maupun agama.
Seiring berjalannya waktu, lambat-laun Indonesia menetapkan untuk menjadi negara demokrasi yang menjujung liberalisme. Akan tetapi demokrasi yang berkontradiksi dengan liberalisme, pada prakteknya malah dapat dilihat di Indonesia. Indonesia yang menganut sistem demokrasi liberal memperlihatkan ketimpangan sosial politik dalam masyarakatnya. Hak-hak kepemilikan individu yang sangat ditekankan dalam liberalisme sangat terlihat di Indonesia terutama dalam bidang ekonomi yang pada akhirnya berdampak pada bidang lainnya, termasuk politik. Kepemilikan individu terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik dengan nyata dan jelas dapat kita lihat terjadi di Indonesia. Hanya segelintir "minoritas" lah memiliki akses terhadap kepemilikan sumber-sumber ekonomi dan politik tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa hanya "minoritas" lah yang dapat menikmati kebebasan di Indonesia. "Minoritas", mereka yang miliki modal, mereka yang dapat menikmati kebebasan. Termasuk kebebasan untuk dapat menjalankan demokrasi. Ketimpangan sosial atau disparitas yang tinggi dalam bidang ekonomi dan politik dapat menunjukkan hal tersebut. Kemiskinan yang terjadi pada "mayoritas" masyarakat Indonesia didukung /diperparah pula dengan  masih berlakunya demokrasi prosedural di Indonesia.
Liberalisasi Politik
Dalam politik, liberalisme menetang adanya kekuasaan yang otoriter. Dengan kata lain ideologi liberal ini dapat diakatakan diwujudkan dalam sistem demokrasi karena sama-sama memberikan kebebasan pada individu. Dalam aspek politik ini liberalisme agaknya cocok diterapkan di indonesia dimana individu diberkan kebebasan sehingga masyarakat dapat menyatakan pendapat dan aspirasi mereka namun tetap dengan mekanisme pertangguang jawaban.
Politik yang dikuasai "minoritas" tersebutlah yang dikuatkan oleh demokrasi prosedural yang sangat liberalistik di Indonesia. Kita dapat melihat bahwa partisipasi rakyat, dalam politik sebagai bagian penting dalam demokrasi, hanya terjadi secara periodik di Indonesia, hanya dalam pemilihan umum, yang (bahkan) secara prosedural pun masih belum dikatakan baik. Partisipasi politik yang aktif pun pada akhirnya (lagi-lagi) hanya dapat dijalankan secara terpisah & saling ketergantungan oleh yang "minoritas" tadi. Hal tersebut dapat kita lihat pada partai-partai politik yang ada di Indonesia. Dimana keberadaan dan daya tahan partai-partai tersebut sangat ditentukan oleh keberadaan dan daya tahan modal (dalam artian ekonomi) yang tentunya hanya dimiliki "minoritas" tersebut sehingga partai-partai politik yang ada saat ini pun dapat dilihat hanya mengadepankan kepentingan segelintir "minoritas" yang berkepentingan dalam partai dan mengabaikan "mayoritas" (kecuali menjelang pemilu karena bagaimanapun "mayoritas" lah lumbung suara mereka).
PBB, bank Dunia dan IMF jugamempopulerkan konsep good government sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam pembangunan. Konsep CG menjadi semacam kriteria untuk memperoleh bantuan optimal (hibah/hutang).
Dari standar inilah, Indonesia melakukan reformasi dan penataan ulang struktur pemerintahan, kebijakan public, system politik (desentralisasi/otonomi daerah) serta partai politik yang multi partai. Indonesia yang semula meganut system kesatuan, pelan-pelan mempraktikkan system yang mirip federasi, otonomi daerah. Kepala daerah menjadi raja-raja kecil didaerahnya. Hubungan dengan kekuasaan pusat seolah hanya sekedar hubungan administrative. Otda ini merupakan salah satu strategi untuk mengokohkan hegemoni system sekuler-kapitalisme melalui upaya demokratisasi. Pemerintah daerah dengan mudah menjalin kerjasama internasional dengan asing untuk mengangkut SDA secara legal, tanpa ijin pemerintah pusat.
Pemerintah juga membentuk lembaga audit public independen seperti KPK, komnas HAM, Komnas perempuan, komisi pemilihan umum dsb yang fungsinya mengkontrol pelanggaran HAM. Komisi-komisi tersebut kadang memiliki fungsi semi legislative, regulative, semi yudikatif. Seluruh struktur baru ini sebenarnya malah membatasi peran pemerintah sebagai regulator/wasit saja. Pemilu yang diikuti oleh banyak partai politik ternyata juga tak mampu melahirkan kestabilan politik, sehingga sampai-sampai presiden, wakil presiden dan seluruh kepala daerah harus dipilih langsung oleh rakyat
  Liberalisasi Ekonomi
Kemudian dalam aspek ekonomi, liberaisme mengarah pada sistem pasar bebas, yaitu campur tangan pemerintah dibatasi atau bahkan tidak dibolehkan sama sekali. liberalisme sendiri identik dengan kapitalisme  dimana setiap individu diberi kepemilikan hak milik pribadi  dan kebebsan mengelola secara maksimal dan bebas.Dengan kata lain orang-orang  yang punya modal besarlah yang dapat berkembang. Di Indonesia sendiri apabila hal ini diterapkan tentu tidak cocok, karena mengingat masyarakat indonesia belum sehat secara ekonomi, masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan sehingga paham liberalisme  ini akan menciptakan ‘yang kaya semkin kaya yang miskin semaki  miskin’ serta dapat mengakibatakan individu melakukan eksploitasi terhadap sumber-sumber produksi yang ada.
UUD 1945 hasil amandemen telah membuka kran seluas-seluasnya bagi masuknya investor asing,yang kemudian dituangkan dalam UU migas, UU kelistrikan, UU SDA, UU Penanaman modal. Liberalisasi ini merupakan wujud atas kesepakatan pemerintah dengan IMF, yang kemudian atas anjuran IMF, pemerintah harus melakukan penghentian subsidi harga, pemotongan pengeluaran pemerintah, dan dibukanya berbagai penggalang bagi investor asing. Dampak liberalisasi ekonomi yang paling terasa bagi rakyat adalah kenaikan harga BBM.Berdasarkan UU Migas No 22 tahun 2001, harga BBM disesuaikan dengan harga pasar BBM dunia. Walhasil pelan-pelan pemerintah mencabut subsidi BBM.
Selain itu beberapa contoh lain kasus-kasus dampakliberalisasi yang bisa kita lihat adalah adanya Perampokan besar-besaran Bank Sentral,Ini sesungguhnya adalah skandal keuangan Bank Sentral terbesar di dunia. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, adalah skema program bail-out (penalangan) utang perbankan (swasta dan pemerintah) untuk dialihkan menjadi beban pemerintah lewat penerbitan obligasi. Ini adalah bagian dari program pemulihan krisis ekonomi Indonesia yang dipaksakan oleh IMF lewat LoI, bersama-sama dengan Bank Dunia dan ADB. Semula BLBI bernama KLBI yang bersifat “Kredit” kini diganti menjadi bersifat “Bantuan”, sehingga tidak jelas lagi aspekpertanggungjawabannya. BLBI secara jelasnya adalah bantuan dana yang diberikanoleh BI kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas, jadi merupakan utang bank-bank penerima kepada BI. Akan tetapi melalui program penjaminan pemerintah, hak tagih BI dialihkan kepada pemerintah. Untuk membayar hak tagih tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Utang (Obligasi) dan juga menerbitkan Surat Utang untuk penyediaan dana dalam rangka program penjaminan yang nilainya mencapai trilyunan rupiah
Adanya penghancuran ketahanan pangan, lewat program LoI juga, IMF menuntut diberlakukannya tarif impor beras sebesar 0%. Selain itu LoI juga mengatur agar BULOG tidak lagi menguruskestabilan harga pangan dan agar melepaskannya ke mekanisme pasar. BULOG dibatasi menjadi sebatas perdagangan beras, itupun harus bersaing dengan pedagang swasta. Demikian pula BULOG harus mengambil pinjaman dari bank komersial, tidak lagi dari dana BLBI yang sangat ringan. Liberalisasi juga telah diberlakukan dalam hal harga pupuk dan sarana produksi padi lainnya yang tidak lagi disubsidi pemerintah, melainkan diserahkan pada mekanisme pasar. Sementara itu subsidi petani lewat KUT (kredit usaha tani) hanya sebesar 0,04% dibandingkan dengan dana BLBI). Dengan demikian kini petani menghadapi harga produksi yang mahal, sementara harga jual padi hancur. Liberalisasi pertanian sebenarnya juga bagian dari ratifikasi Indonesia atas Agreement on Agriculture (AOA) dari WTO, yang mengatur penghapusan dan pengurangan tarif serta pengurangan subsidi.
Sejak itu masuklah secara besar-besaran impor beras dari luar dengan harga lebih murah dari beras hasil petani lokal. BULOG dan pihak swasta kini berlomba untuk mendatangkan beras dari mancanegara. HKTI mencatat bahwa hingga akhir Desember 2010, beras impor yang masuk ke Indonesia mencapai 13,8 juta ton, 8 juta tondiantaranya sudah masuk pasar. Padahal produksi beras dalam negeri sekitar 32 juta ton, sementara kebutuhan nasional diperkirakan mencapai 34 juta ton sehingga sebenarnya Indonesia hanya membutuhkan impor 2 juta ton. Karena jeritan para petani dan kritik yang berdatangan, akhirnya bea masuk impor dinaikkan menjadi 30%, tetapi hal ini tidak menyurutkan para importer untuk terus melakukan impor beras. Inilah awal dimulainya tragedi kehancuran ketahanan pangan Indonesia, petani pedesaan mengalami kebangkrutan dan akan menyebabkan kerawanan ekonomi masyarakat pedesaan yang tak terkira.
  Liberalisasi Sosial
Liberalisasi ini tampak dari penentangan terhadap RUU APP, hal ini karena produk ini merupakan salah satu barang/jasa yang paling besar keuntungannya di dunia, bahkan berdasarkan survey yang dilakukan oleh kantor berita Associate press menunjukkkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua setelah Rusia yang menjadi surga pornografi. Kalangan sekuler menggugat UU perfilman, mereka menginginkan lembaga sensor dihapuskan karena dianggap mengebiri kreativitas insan perfilman. Para pembebek kebebasan itu menginginkan film Indonesia bisa seperti film amerika, tidak ada pembatasan. Maka tak heran kalau tayangan berbau pornografi & pornoaksi mendapatkan tempat di prime time/jam tayang utama (pukul 19.00-21.00).
  Liberalisasi Pendidikan
Aliansi global educatin for all yang parkasai UNESCO, pada tahun 2000 menelurkan komotmen Dakkar. Komitmen ini berisi di antaranya perubahan kurikulum berbasis kompetensi, penetapan standarisasi pengajar, kelulusan, kualitas sekolah dan perluasan otonomi manajemen sekolah. Pendidikan Indonesia bukan lagi bertujuan mencetak generasi pemimpin dimasa depan, namun penyedia tenaga kerja terampil yang berdaya saing internasional bagi kapitalis.
  Liberalisasi Agama
Sedangkan dalam agama, liberalisme berarti kebebasan menganut, meyakini, dan mengamalkan apa saja sesuai kehendak dan selera masing-masing individu. Lebih jauh lagi liberalisme menganggap agama sebagai suatu urusan yang privat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan indonesia yang memiliki agama yang beragam dimana urusan agama merupakan hal yang sensitif. Mengingat mayoritas masyarakat yang belum dewasa dalam menyikapi permasalahan dan pola pikir yang masih primodial masih sulit untuk menerima agama –agama baru yang akan muncul apabila paham liberalisme ini di terapkan, karena masyarakat  masih beranggapan keberagaman agama  itu hanya pada lima agam yang di akui di dalam Undang-Undang  yaitu agama  Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu sehingga munculnya agama baru diluar kelima agama tersebut berpotensi memicu konflik.
Pada bidang keagamaan, upaya pembebasan diri dari agama dan doktrin-doktrinnya melalui liberalisasi pemikiran sangat mengancam agama-agama di dunia. Kemunculan kaum liberal di Barat sebenarnya tidak lepas dari problematika Kristen yang menjadi agama terbesar di Barat. Problematika Kristen yang menjadi sebab munculnya liberalisasi pemikiran keagamaan adalah: (1) problema sejarah Kristen yang penuh dengan konflik, (2) problema teks Bibel yang penuh dengan kontradiktif dan (3) problema teologi Kristen yang tidak jelas dan tidak rasional.(Afif Hasan, 2008:54)
Islam dijadikan sasaran utama oleh kaum missionaris-orientalis dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah seruan kritik terhadap al-Qur’an. Seruan untuk mengkritik teks al-Qur’an oleh missionaris-orientalis ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan orang Kristen dan Yahudi terhadap kitab suci mereka dan disebabkan oleh kecemburuan mereka terhadap umat Islam dan kitab suci al-Qur’an.(Syamsuddin Arif, Jurnal Al-Insan, vol I, No. 1, Januari 2005)
Apalagi jika ditilik dari konsep pokoknya, pemikiran liberalisme sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Kebebasan mutlak ala liberalisme adalah kebebasan yang mencederai akidah Islam, ajaran paling pokok dalam agama ini. Liberalisme mengajarkan kebebasan menuruti semua keinginan manusia, sementara Islam mengajarkan untuk menahannya agar tidak keluar dari ketundukan kepada Allah. Hakikat kebebasan dalam ajaran Islam adalah, bahwa Islam membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk, kepada penghambaan kepada Rabb makhluk.
Begitu pun dengan otoritas akal sebagai sumber nilai dan kebenaran dalam ‘ajaran’ liberalisme. Sumber kebenaran dalam Islam adalah wahyu, bukan akal manusia yang terbatas dalam mengetahui kebenaran. Dengan demikian, menerima liberalisme berarti menolak Islam, dan tunduk kepada Islam berkonsekwensi menanggalkan faham liberal.
  Liberalisasi Media massa
Sejak ditetapkan UU No 40 tahun 1999 tentang pers, kebebasan pers Indonesia terbuka lebar dalam perjalanannya media massa dalam negeri cenderung lebih berorientasi meraup keuntungan materi. Lihat saja bagaimana tayangan media massa televisi sering menyuguhkan program-program sarat nilai-nilai kekerasan, hedonistic, pornografi dan budaya leberalisme. Media massa menyiarkan berita yang kurang berimbang dan sering menyudutkan aktivis islam pro syariah.
Praktek-praktek demokrasi liberal yang terjadi di Indonesia telah menunjukkan sebuah potret yang jelas mengenai konflik atau pertentangan yang terjadi dalam demokrasi dan liberalisme. Dimana terjadi ketimpangan yang jelas bahwa kepemilikan individu terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik lah yang menentukan demokrasi di Indonesia. Segelintir "minoritas", mereka yang miliki modal, yang memiliki akses terhadap kepemilikan sumber-sumber ekonomi dan politik-lah yang dapat menikmati kebebasan. Termasuk kebebasan untuk dapat menjalankan demokrasi.
Akhirnya kita bisa melihat bahwa proyek liberalisasi di segala bidang ini tidak lepas dari upaya penjajahan barat dinegeri-negeri muslim. Mereka menciptakan situasi yang kondusif agar mereka bisa denagn leluasa mengeruk SDA Indonesia tanpa ada hambatan, selain itu Amerika dan Barat berusaha mencegah islam politik tampil ke permukaan sebagai jati diri islam yang sebenarnya. Hal ini dilakukan karena barat mengetahui bahwa idiologi kapitalisme, termasuk liberalism tidak mendapatkan perlawanan selain dari dunia islam. Mereka sadar bahwa umat islam memiliki sebuah idiologi yang akan menjadi ancaman laten walaupun pada saat ini umat islam tidak memiliki sebuah Negara dan seorang pemimpin yang memimpin. Karena itulah barat/amerika bekerja siang malam untuk menyebarkan idiologi yang merusak itu kepada dunia islam termasuk Indonesia melalui berbagai cara, termasuk lewat media massa dan para penguasa kaki tangan mereka
Kebebasan dalam liberalisme ini sendiri memunculkan potensi bagi individu untuk begitu saja  membuat peraturan yang akan memangsa manusia lain yang lemah, sesuaai pernyatan Thomas Hobbes yang menganggap manusia memiliki sifat egois dan licik yang berbahaya jika dibiarkan terus-menrus. Dalam keadaan alamiah dan bebas , manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Sedangkan menurut Montesquieu, kemerdekaan mutlak individu memungkinkan untuk mengancam kebebasn individu  lain, sehingga perlu pembatasan seperti lewat hukum dan uandang-undang.
Nilai-nilai kebebasan  bagaimanapun harus dibatasi, sehingga kebebasan tersebut tidak bersinggungan dengan hak-hak yang dimiliki orang lain sehingga tercipta suatu kerukunan  dan keadilan. Selain itu liberalisme juga memiliki kelemahan jika diterapkan di indonesia, yaitu masih banyaknya masyarakat miskin yang kurang perhatian. Sedang dalam liberalisme adalah mengutamakan kompetisi. Sehingga mereka dianggap  miskin karena mereka malas. Sedangkan dalam UUD 45 tercantum salah satu tujuan negara yaitu mensejahterakan atau dengan kata lain membantu orang-orang terlantar dan tidak mampu untuk hidup berkecukupan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi, penerapan liberalisme  pada dasarnya tidak cocok atau tidak ideal diterapkan di indonesia secara keseluruhan.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjabaran sub bab pada makalah di atas, dapat disimpulkan beberapa pokok pikiran utama, Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama (Sukarna, 1981). Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early liberalism).
Negara-negara yang menganut paham liberal di benua Amerika adalah Amerika adalah Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brazil, Chili, Kuba, Kolombia, Ekuador, Honduras, Kanada, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay, dan Venezuela. Sekarang ini Kurang lebih paham Liberalisme dianut oleh sebagian besar wilayah negara di Amerika. Paham  liberalisme yang ada di kawasan Eropa sudah menyebar dan masuk ke kawasan Indonesia. Masuk dan menyebarnya paham liberalisme di kawasan Indonesia ini, dibawa oleh bangsa barat yang berdatangan ke Indonesia. Perlu diketahui,  bahwa masuknya paham liberalisme ke Indonesia seiring dengan kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda.
Nilai-nilai kebebasan  bagaimanapun harus dibatasi, sehingga kebebasan tersebut tidak bersinggungan dengan hak-hak yang dimiliki orang lain sehingga tercipta suatu kerukunan  dan keadilan. Selain itu liberalisme juga memiliki kelemahan jika diterapkan di indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 2013. Sejarah Pemikiran Barat : Dari Klasik Sampai Yang Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada hlm.154
Purwanto Edi Drs.1987. Sejarah Nasional dan Dunia. Armico Yokyakarta
Soekanto, soejono (2009) Pengantar Sosiologi; Jakarta : Rajawali Press
http://revolusionermoeda.blogspot.com/2008/06/liberalisme-teori-dan-perkembangan.html.
http://SharePublic.LIBERALISME,OlehIdaNurAzizah.html.
http://LiberalismedanKapitalismeSertaBenturanPeradabanBaru.htm.
https://plus.google.com/u/0/117155288542814214803?prsrc=4

No comments:

Post a Comment