ANALISIS SOSIAL**
Analisis Sosial (ansos) merupakan salah satu metodologi yang dikembangkan untuk mengetahui dan mendalami realitas sosial. Ada dua pendekatan dalam ansos, yakni pendekatan akademis dan pendekatan pastoral. Pendekatan akademis mempelajari/mengkaji situasi sosial khusus dengan cara-cara yang benar-benar abstrak dan objektif, memerinci semua elemennya agar dimengerti dengan jelas. Sedangkan pendekatan pastoral memandang realitas dalam keterlibatan historis, mempertimbangkan situasi untuk bertindak. Sehingga ansos bukanlah sekedar ungkapan ilmu pengetahuan, akan tetapi ansos dilakukan lebih pada tujuan untuk diabdikan pada tindakan keadilan.
Ansos dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lebih lengkap tentang sebuah situasi sosial dengan menggali hubungan-hubungan historis dan kulturalnya. Ansos berperan sebagai perangkat yang memungkinkan kita menangkap dan memahami realitas yang sedang kita hadapi. Ansos menggali realitas dari berbagai dimensi. Kadang memusatkan pada masalah-masalah khusus seperti masalah pengangguran, inflasi, atau kelaparan. Dalam kesempatan lain berpusat pada kebijakan-kebijakan yang tertuju kepada masalah-masalah tersebut. Ansos memungkinkan seseorang mempelajari dan menyelidiki lebih jauh struktur dari lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan, karena dari struktur lembaga-lembaga tersebut munculnya masalah-masalah dan ke sana pula berbagai kebijakan tertuju.
Ansos memusatkan diri pada sistem sosial yang perlu dianalisis dari dimensi waktu (analisis historis) maupun menurut ruang (analisis struktural). Analisis historis mengkaji perubahan-perubahan sistem sosial dalam kurun waktu. Adapun analisis struktural menyajikan bagian yang representatif dari kerangka kerja dari sebuah sistem dalam momen waktu tertentu. Kedua analisis tersebut mesti dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh.
Dalam analisis, pada akhirnya kita akan dapat membedakan antara dimensi-dimensi objektif dan subjektif realitas sosial. Dimensi objektif mencakup berbagai organisasi, pola-pola perilaku, dan lembaga-lembaga/institusi yang memuat ungkapan-ungkapan structural secara eksternal. Sedang dimensi subjektif menyangkut kesadaran, nilai-nilai, dan ideologi. Unsur-unsur tersebut harus dianalisis untuk memahami berbagai asumsi yang aktif bekerja dalam situasi sosial yang ada.
Namun, yang perlu diingat adalah bahwa ansos memiliki keterbatasan-keterbatasan dan bukanlah jawaban atau remedi permasalahan sosial, melainkan sebuah metodologi atau perangkat untuk realitas sosial. Ansos dilakukan dengan merujuk hubungan yang erat pada pengalaman pemetaan masalah, pengalaman analisis sosial, pengalaman refleksi teologis dan pengalaman perencanaan pastoral. Karena menekankan pada hubungan yang terus-menerus antara refleksi dan aksi, maka prosesnya sering disebut sebagai lingkaran pastoral atau lingkaran praksis.
Momen pertama dalam lingkaran pastoral dan merupakan dasar tindakan pastoral adalah pemetaan masalah (insertion). Segi tersebut menempatkan letak geografis dari jawaban pastoral kita dalam pengalaman individu dan komunitas nyata. Apa yang dirasa, dialami, dan bagaimana orang-orang menjawabnya merupakan pengalaman yang membentuk data pokok. Kita mendapatkan semua itu dengan menempatkan pendekatan kita sedekat mungkin dengan pengalaman orang kebanyakan. Dalam pemetaan masalah pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dijawab antara lain: “Di mana dan dengan siapa kita menempatkan diri ketika kita memulai proses ini? Pengalaman siapa yang sedang kita pertimbangkan? Apakah ada kelompok yang ‘dikesampingkan’ ketika pengalaman tersebut didiskusikan? Apakah pengalaman orang-orang miskin dan tertindas mempunyai peran istimewa dalam melaksanakan proses itu?”
Semua pengalaman tersebut di atas harus dipahami dalam kekayaan seluruh interrelasi yang ada. Itulah tugas analisis sosial (social analysis) sebagai momen kedua dalam lingkaran pastoral. Analisis sosial menyelidiki sebab-sebab, akibat-akibat, menggambarkan kaitan-kaitannya, dan mengidentifikasikan pelaku-pelakunya. Lebih menolong lagi untuk menciptakan suasana “mengalami” dengan memetakan semuanya pada gambar yang besar dan melukiskan semua hubungan yng ada. Pertanyaan kunci pada momen ini antara lain: “Tradisi analisis mana yang dianut? Apakah terdapat uraian dalam analisis tersebut yang perlu diuji? Mungkinkah menggunakan analisis khusus tanpa menerima ideologi yang menyertainya?”
Momen ketiga adalah refleksi teologis (theological reflection) yang merupakan upaya untuk memahami secara lebih luas dan mendalami pengalaman yang telah dianalisis itu dalam terang iman yang hidup, kitab suci, ajaran sosial gereja, dan sumber-sumber tradisi. Sabda Tuhan yang terarah ke situasi konkret tersebut melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru, memunculkan gagasan-gagasan baru dan membuka jawaban-jawaban baru. Pertanyaan kunci pada momen ini antara lain: “Asumsi-asumsi metodologis apa yang mendasari refleksi teologis? Dalam hubungan macam apakah analisis sosial tersebut menunjang teologi? Sebagai unsure pelengkap atau unsur pembantu? Seberapa dekat teologi terkait dengan situasi sosial yang ada?”
Karena tujuan lingkaran pastoral adalah melaksanakan putusan dan tindakan, maka momen keempat yang sangat penting adalah perencanaan pastoral (pastoral planning). Dalam terang pengalaman-pengalaman yang telah dianalisis dan direfleksi tersebut, akan muncul pertanyaan pokok: “Jawaban apa yang dikehendaki oleh individu dan komunitas?”, “Bagaimana jawaban tersebut harus direncanakan atau disusun agar menjadi efektif tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka panjang?” Dalam momen ini perlu diperhatikan pertanyaan-pertanyaan kunci berikut: “Siapakah yang terlibat di dalam perencanaan pastoral? Apakah implikasi-implikasi dari proses tersebut menunjuk jawaban-jawaban yang tepat? Bagaimanakah hubungan antara kelompok-kelompok yang melayani dan yang dilayani?”. Tindakan pada situasi khusus melahirkan pengalaman-pengalaman baru. Pengalaman-pengalaman tersebut pada gilirannya menuntut lagi perantara lebih lanjut melalui pemetaan masalah, analisis, refleksi dan perencanaan. Dengan demikian lingkaran pastoral terus berkembang sehingga lebih merupakan gerak spiral ketimbang sebuah lingkaran.
Perpangkalan
Perlu kita ingat bersama bahwa apapun yang hendak dibangun diatas bumi suatu negeri harus mengakar secara sosial-kultural. Harus membumi. Harus mempunyai perpangkalan atau mempunyai akar sosial kultural. Semua manusia yang berada dalam bangunan, sistem yang dibangunya harus merasa “krasan” (at home). Mereka tidak merasa asing didalam lingkungannya sendiri. Betapapun modernnya sistem yang hendak dibangun dia harus berakar pada realitas sosio kultural yang telah menyejarah. Dia bukan cangkokan dan juga bukan barang asing yang telah tercabut dari akarnya. Dia tetap sistem yang mempunyai nyawa dan semangat suatu bangsa. Itulah sebenarnya hakekat wawasan kebangsaan.
Dan semua itu hanya mungkin terjadi kalau faktor penentu utama adalah bangsa itu sendiri. Untuk itu kebersamaan nasional dalam keaneka-ragaman bangsa yang kokoh sebagai hasil dari pengembangan sistem jaringan merupakan faktor yang amat penting.
Analisis Sosial
Tak ada yang berdiri sendiri
Segala sesuatu saling berhubungan. Tak ada yang tak saling berkaitan. Tak ada peristiwa yang berdiri sendiri. Tak ada kejadian yang tiba-tiba. Tidak ada gejala yang tanpa penyebab. Tiada realitas tanpa latar belakang;
Dalam menghadapi segala sesuatu pertanyaan kita senantiasa adalah: apa – mengapa – bagaimana. Apa adalah menunjukkan faktanya. Mengapa adalah mencari sebabnya, dan bagaimana adalah mengetahui saling hubungannya;
Dalam proses berpikir ini kita berusaha menemukan masalah sosial yang mendasar. Tanpa mengetahui masalah sosial yang mendasar tidak akan dapat mengetahui kebutuhan yang mendasar dan karenanya tidak akan dapat menjawab masalah sosial secara mendasar pula. Dengan proses berpikir demikian itu kita disebut melakukan analisis sosial.
Analisis sosial
Analisis sosial adalah usaha untuk memperoleh gambaran yang lengkap tentang situasi/realitas sosial dengan menggali hubungan-hubungan historis dan strukturalnya;
Analisis sosial harus mengacu kepada keperpihakan/pemihakan (commitment). Jadi tidak bebas nilai. Analisis sosial sangat diwarnai oleh keperpihakan/pemihakan;
Dalam analisis sosial dan berbagai pertanyaan pokok, antara lain sejarah, struktur-struktur, nilai-nilai dan arah situasi. Karenanya kita harus mempunyai kesadaran historis untuk melihat pengaruh masa lalu yang melatar-belakangi realitas sekarang. Disamping itu kita harus memahami berbagai struktur yang membentuk realitas, misalnya lebmaga-lembaga, pola-pola, proses-proses yang merupakan faktor-faktor penentu wujud realtias sosial. Kemudian kita juga harus mengetahui nilai-nilai yang menggerakkan masyarakat. Selanjutnya kita juga harus melihat ke masa depan tentang kecenderungan (trend) masa depan dengan beranjak dari masa kini yang memberikan kepada kita wawasan tentang dinamika masyarakat. Dengan demikian terjadilah proses membedah, menelaah, merubah (transform/membaharui) realitas sosial yang ada.
Metode dasar aski – refleksi
Apapun yang kita lakukan senantiasa merupakan keterkaitan antara visi – misi – tujuan – policy – strategi dan aksi. Proses mewujudkannya dilakukan melalui metode dasar aksi – refleksi: Melakukan aksi (berbuat) – menghasilkan pengalaman – direfleksikan – menghasilkan penemuan baru – aksi (berbuat) lagi – menghasilkan pengalaman lagi – direfleksikan lagi, secara terus menerus. Oleh karena itu suatu program harus dalam keterkatian dengan visi – misi – tujuan – policy – strategi dan aksi itu. Visi adalah cita-cita luhur. Sedangkan misi adalah tugas luhur. Tujuan adalah cita-cita yang lebih nyata. Kebijakan/policy (dasar); pilihan sikap untuk mewujudkan misi. Dan strategi (dasar) adalah cara mendasar yang dipilih untuk mencapai tujuan.
Saling hubungan mikro – makro dan lokal – global
Telah sering kita dengar pula tentang keterkaitan antara hal-hal yang bersifat mikro dengan yang makro, dan lokal dengan global. Berbuat mikro berarti kongrkit/nyata/kecil, namun selalu ada hubungannya dengan hal-hal yang bersifat makro (peta besarnya). Begitu pula hubungan antara kejadian lokal dengan kejadian global atau dampak keadaan global atas keadaan lokal. Dengan demikian senantaisa ada hubungan antara yang bersifat lokal dan global. Terutama dalam era globalisasi sekarang ini tampak jelas (informasi, teknologi, ilmu dsb). Maksud dari ungkapan tersebut adalah bahwa aksi yang bersifat mikro harus senantiasa dilihat dalam konteks makro, dan aksi yang bersifat lokal juga harus dilihat dalam kerangka wawasan global.
Ideal – aktual, konseptual dan operasional
Ada pula jenis keterkaitan yang menunjukkan hubungan antara yang ideal – aktual; teori – praktek; konseptual – oeprasional; abstrak – kongkrit; rencana – realitas; ahrapan – kenyataan; impian – realitas; dan sebagainya. Persoalan kita senantiasa adalah bagaimana menyadari mana hal-hal yang bersfiat abstrak (teori, konsep, rencana, harapan, impian) dengan hal-hal yang bersifat nyata (operasional, realisasi, realitas/kenyataan) dan bagaimana menjembataninya melalui proses secara bertahap dan prospektif/terarah. (SC)
kws*Kartjono, adalah salah satu pendiri dan Direktur Ekskutif Bina Desa periode 1970-1990-an.
Comments
comments
Perpangkalan
Perlu kita ingat bersama bahwa apapun yang hendak dibangun diatas bumi suatu negeri harus mengakar secara sosial-kultural. Harus membumi. Harus mempunyai perpangkalan atau mempunyai akar sosial kultural. Semua manusia yang berada dalam bangunan, sistem yang dibangunya harus merasa “krasan” (at home). Mereka tidak merasa asing didalam lingkungannya sendiri. Betapapun modernnya sistem yang hendak dibangun dia harus berakar pada realitas sosio kultural yang telah menyejarah. Dia bukan cangkokan dan juga bukan barang asing yang telah tercabut dari akarnya. Dia tetap sistem yang mempunyai nyawa dan semangat suatu bangsa. Itulah sebenarnya hakekat wawasan kebangsaan.
Dan semua itu hanya mungkin terjadi kalau faktor penentu utama adalah bangsa itu sendiri. Untuk itu kebersamaan nasional dalam keaneka-ragaman bangsa yang kokoh sebagai hasil dari pengembangan sistem jaringan merupakan faktor yang amat penting.
Analisis Sosial
Tak ada yang berdiri sendiri
Segala sesuatu saling berhubungan. Tak ada yang tak saling berkaitan. Tak ada peristiwa yang berdiri sendiri. Tak ada kejadian yang tiba-tiba. Tidak ada gejala yang tanpa penyebab. Tiada realitas tanpa latar belakang;
Dalam menghadapi segala sesuatu pertanyaan kita senantiasa adalah: apa – mengapa – bagaimana. Apa adalah menunjukkan faktanya. Mengapa adalah mencari sebabnya, dan bagaimana adalah mengetahui saling hubungannya;
Dalam proses berpikir ini kita berusaha menemukan masalah sosial yang mendasar. Tanpa mengetahui masalah sosial yang mendasar tidak akan dapat mengetahui kebutuhan yang mendasar dan karenanya tidak akan dapat menjawab masalah sosial secara mendasar pula. Dengan proses berpikir demikian itu kita disebut melakukan analisis sosial.
Analisis sosial
Analisis sosial adalah usaha untuk memperoleh gambaran yang lengkap tentang situasi/realitas sosial dengan menggali hubungan-hubungan historis dan strukturalnya;
Analisis sosial harus mengacu kepada keperpihakan/pemihakan (commitment). Jadi tidak bebas nilai. Analisis sosial sangat diwarnai oleh keperpihakan/pemihakan;
Dalam analisis sosial dan berbagai pertanyaan pokok, antara lain sejarah, struktur-struktur, nilai-nilai dan arah situasi. Karenanya kita harus mempunyai kesadaran historis untuk melihat pengaruh masa lalu yang melatar-belakangi realitas sekarang. Disamping itu kita harus memahami berbagai struktur yang membentuk realitas, misalnya lebmaga-lembaga, pola-pola, proses-proses yang merupakan faktor-faktor penentu wujud realtias sosial. Kemudian kita juga harus mengetahui nilai-nilai yang menggerakkan masyarakat. Selanjutnya kita juga harus melihat ke masa depan tentang kecenderungan (trend) masa depan dengan beranjak dari masa kini yang memberikan kepada kita wawasan tentang dinamika masyarakat. Dengan demikian terjadilah proses membedah, menelaah, merubah (transform/membaharui) realitas sosial yang ada.
Metode dasar aski – refleksi
Apapun yang kita lakukan senantiasa merupakan keterkaitan antara visi – misi – tujuan – policy – strategi dan aksi. Proses mewujudkannya dilakukan melalui metode dasar aksi – refleksi: Melakukan aksi (berbuat) – menghasilkan pengalaman – direfleksikan – menghasilkan penemuan baru – aksi (berbuat) lagi – menghasilkan pengalaman lagi – direfleksikan lagi, secara terus menerus. Oleh karena itu suatu program harus dalam keterkatian dengan visi – misi – tujuan – policy – strategi dan aksi itu. Visi adalah cita-cita luhur. Sedangkan misi adalah tugas luhur. Tujuan adalah cita-cita yang lebih nyata. Kebijakan/policy (dasar); pilihan sikap untuk mewujudkan misi. Dan strategi (dasar) adalah cara mendasar yang dipilih untuk mencapai tujuan.
Saling hubungan mikro – makro dan lokal – global
Telah sering kita dengar pula tentang keterkaitan antara hal-hal yang bersifat mikro dengan yang makro, dan lokal dengan global. Berbuat mikro berarti kongrkit/nyata/kecil, namun selalu ada hubungannya dengan hal-hal yang bersifat makro (peta besarnya). Begitu pula hubungan antara kejadian lokal dengan kejadian global atau dampak keadaan global atas keadaan lokal. Dengan demikian senantaisa ada hubungan antara yang bersifat lokal dan global. Terutama dalam era globalisasi sekarang ini tampak jelas (informasi, teknologi, ilmu dsb). Maksud dari ungkapan tersebut adalah bahwa aksi yang bersifat mikro harus senantiasa dilihat dalam konteks makro, dan aksi yang bersifat lokal juga harus dilihat dalam kerangka wawasan global.
Ideal – aktual, konseptual dan operasional
Ada pula jenis keterkaitan yang menunjukkan hubungan antara yang ideal – aktual; teori – praktek; konseptual – oeprasional; abstrak – kongkrit; rencana – realitas; ahrapan – kenyataan; impian – realitas; dan sebagainya. Persoalan kita senantiasa adalah bagaimana menyadari mana hal-hal yang bersfiat abstrak (teori, konsep, rencana, harapan, impian) dengan hal-hal yang bersifat nyata (operasional, realisasi, realitas/kenyataan) dan bagaimana menjembataninya melalui proses secara bertahap dan prospektif/terarah. (SC)
Kartjono, adalah salah satu pendiri dan Direktur Ekskutif Bina Desa periode 1970-1990-an.
No comments:
Post a Comment